Kasus Dugaan Aparat Salah Tangkap Begal, KomnasHAM Temukan Banyak Kejanggalan

BEKASI – Kasus dugaan polisi salah tangkap begal yang terjadi di Bekasi, kini juga menjadi sorotan publik, setelah kasus korban pembegalan yang dijadikan tersangka di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) viral.

Bedanya, kasus di Bekasi sudah masuk proses hukum dan disidangkan, bahkan sudah mendekati tahap pembacaan vonis hukuman.

Namun yang melegakan, sebelum pembacaan Vonis, tim advokasi empat terdakwa yang diduga Begal, akan menyerahkan dokumen penting kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cikarang.

Dokumen tersebut diserahkan dalam sidang vonis kasus dugaan polisi salah tangkap begal, yang seharusnya digelar hari ini Kamis (21/4). Namun, sidang tersebut ditunda, karena hakim ketua yang akan memimpin persidangan sakit.

Perwakilan tim advokasi terdakwa, Andi Muhammad Rezaldy mengatakan dokumen itu berisi temuan-temuan Komnas HAM yang sebelumnya telah menyelidiki kasus tersebut.

“Dari temuan itu, Komnas HAM intinya berkesimpulan bahwa mereka (keempat terdakwa) mengalami sejumlah rangkaian tindakan penyiksaan dalam pendapat dari Komnas HAM,” kata Andi kepada wartawan.

“Setidak-tidaknya ada sepuluh bentuk tindakan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian,” sambung Andi.

Andi juga menyebut Komnas HAM menemukan delapan bentuk kekerasan verbal terhadap keempat terdakwa. “Kami sampaikan kepada majelis hakim, ini menjadi suatu data atau temuan yang menjadi terang benderang mereka adalah korban atas kesewenang-wenangan yang dilakukan aparat kepolisian,” tuturnya.

Sebelumnya polisi menangkap empat orang terkait kasus dugaan begal, yatu Muhammad Fikry, Adurohman alias Adul, Andrianto alias Miing, dan Muhammad Rizki alias Kentung.

LBH Jakarta menduga kuat ada rekayasa kasus yang menjerat kliennya, Muhammad Fikry, seorang guru ngaji dan kader HMI di Cibitung yang dituding melakukan begal di Bekasi.

Dugaan rekayasa kasus salah satunya diperkuat dari kejanggalan barang bukti motor Beat Street milik keluarga Fikry bernomor polisi B 4358 FPW. Polisi mengeklaim motor itu digunakan Fikry untuk melakukan pembegalan.

Namun, berdasarkan penelusuran Tim Advokasi Anti Penyiksaan yang terdiri dari LBH Jakarta dan KontraS, pada saat kejadian pembegalan, motor itu berada di rumah dan terekam CCTV. (jpnn/rt/rit)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan