Asetnya Diduga Belum Jelas, Alun-Alun Cicalengka Jadi Sorotan

JabarEkspres, CICALENGKA – Aset Alun-Alun Cicalengka, Kabupaten Bandung, jadi sorotan. Pasalnya, fasilitas ruang publik itu dikabarkan belum dapat dipastikan kepemilikannya.

Area yang kerap jadi pusat aktivitas masyarakat itu, diketahui secara kewilayahan berada di Desa Cicalengka Kulon, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung.

Salah seorang Tokoh Pemuda dan Masyarakat Cicalengka, Ayi Maulana, mempertanyakan apakah untuk lahan alun-alun harus jelas statusnya milik Kabupaten Bandung atau jadi tanah desa.

“Kalau milik Kabupaten (Bandung) harus sudah tersertifikasi, itu pun harusnya ada pendataan tercatat di Desa (Cicalengka Kulon),” kata Ayi kepada Jabar Ekspres, Rabu (27/7).

Menurutnya, sampai saat ini lahan Alun-Alun Cicalengka statusnya masih belum jelas, sebab dalam buku tanah milik Desa Cicalengka Kulon tidak tertulis kepemilikan siapa asetnya.

“Buku tanah itu ada di desa, tercatat semua aset kabupaten mana saja dan punya desa mana saja. Alun-Alun Cicalengka tidak ada di situ,” ujarnya.

Petang hari di Alun-Alun Cicalengka. (Foto: Yanuar/Jabar Ekspres)

Ayi menyampaikan, jika melihat sejarah, terdapat beberapa lahan peninggalan pada masa Pemerintah Hindia Belanda di Cicalengka yang sudah diserahkan kepada Republik Indonesia.

“Ada tanah Eigendom milik Pemerintahan Belanda pada saat itu, tapi jadi milik Republik Indonesia. Ada juga tanah desa yang diakui secara turun termurun,” ucapnya.

Ayi mengatakan bahwa meski terdapat beberapa titik tanah peninggalan Pemerintah Hindia Belanda saat itu, pencatatannya tetap jelas dengan istilah Eigendom Verponding.

Diketahui, Eigendom verponding merupakan salah satu produk hukum terkait pembuktian kepemilikan tanah yang dibuat sejak era Pemerintahan Hindia Belanda.

Usai Indonesia merdeka, sistem hukum agraria warisan Hindia Belanda masih dipertahankan sebagai pengakuan kepemilikan yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Pada 1960 lalu, saat masa transisi (kodifikasi) hukum tanah, Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan selama dua puluh tahun atau sampai selambat-lambatnya September 1980.

Kesempatan itu untuk melakukan konversi tanah-tanah berstatus hukum kepemilikan era Hindia Belanda menjadi hak kepemilikan sesuai hukum Republik Indonesia.

“Persoalannya Alun-Alun Cicalengka itu (status asetnya) tanah Eigendom, bukan?,” tanya Ayi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan