BMKG Jelaskan Penyebab Suhu Udara Terasa Panas di Awal Mei

JAKARTA – Suhu udara terasa panas di awal Mei 2022. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan.

Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko menjelaskan berdasarkan hasil analisis iklim dasarian pada periode 1-10 Mei 2022 menunjukkan lebih hangatnya suhu muka laut di wilayah Samudera Hindia barat Sumatera dan Laut Jawa.

“Sehingga, hal ini akan menambah suplai udara lembab akibat penguapan yang lebih intensif dari permukaan lautan,” kata dia dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.

Sementara itu, analisis sirkulasi angin menunjukkan adanya pusaran kembar (double vortex) di bagian utara dan selatan belahan bumi sebelah barat Sumatera sebagai manifestasi dari aktifnya gelombang atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation) di area tersebut.

Di sisi lain, di atas Pulau Kalimantan juga muncul vortex meskipun lebih lemah. Kondisi itu menyebabkan angin di atas sebagian wilayah Jawa dan Sumatera menjadi lemah dan cenderung stabil, sehingga udara yang lembab dan panas cenderung tertahan tidak bergerak ke mana-mana.

Sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa, sehingga mengamplifikasi Mei yang panas.

“Kondisi udara yang terasa panas dan tidak nyaman dapat disebabkan oleh suhu udara yang tinggi,” ujar Urip.

Suhu udara tinggi terjadi pada udara yang kelembapannya tinggi maka akan terkesan “sumuk”, sedangkan bila udaranya kering, maka akan terasa “terik” dan membakar, kata dia.

Berdasarkan rilis BMKG 8 Mei 2022, dilaporkan suhu panas terjadi di beberapa wilayah Indonesia dan menimbulkan kepanikan masyarakat karena dikaitkan dengan kejadian gelombang panas yang tengah terjadi di India.

Kejadian suhu panas banyak dikeluhkan masyarakat pada saat libur lebaran dan hari-hari setelahnya. Dari catatan data BMKG, pada periode tersebut setidaknya dua hingga delapan stasiun cuaca BMKG melaporkan suhu udara maximum lebih dari 35 derajat Celcius.

Stasiun cuaca Kalimaru (Kaltim) dan Ciputat (Banten) bahkan mencatat suhu maksimum sekitar 36 derajat Celcius berurutan beberapa hari.

BMKG sudah menjelaskan bahwa kejadian suhu panas di Indonesia tidaklah dikategorikan sebagai gelombang panas seperti di India, karena tidak memenuhi definisi kejadian ekstrim meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) yaitu anomali lebih panas 5 derajat Celcius dari rerata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam 5 hari.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan