Kasus KDRT Sering Terjadi karena Faktor Ekonomi, Ini Penjelasannya

Jabarekspres.com – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) faktor penyebabnya sering terjadi karena faktor ekonomi.

Sementara itu, kasus Covid-19 yang tidak kunjung selesai berimbas kepada masalah ekonomi dan itu sering menimbulkan tindakan KDRT.

Menurut Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA, Valentina Gintings menjelaskan bahwa bahwa pelaporan kasus KDRT meningkat saat pandemi Covid-19.

“Kebanyakan kasus KDRT terjadi karena faktor ekonomi. Apalagi di masa pandemi ini tren kasus dan angka laporan KDRT meningkat drastis,” ujar Valentina, sebagaimana dikutip dari Kompas (3/17)

Meskipun jumlah laporan terus melonjak, namun ia tidak menjelaskan lebih lanjut soal angka kenaikan tersebut.

Valentina hanya mengutarakan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA).

Data tersebut berisi tentang sepanjang tahun 2021 ada 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan dan sebanyak 7.608 korban kasus paling banyak terjadi di rumah tangga.

Akan tetapi, masih banyak korban yang sampai saat ini belum berani melapor karena mendapat ancaman atau menganggap KDRT itu sebuah aib yang tidak perlu diketahui orang lain.

“Tapi, masih banyak juga korban yang tidak mau melapor dikarenakan takut akan ancaman yang diterima dan merasa bahwa KDRT adalah aib keluarga yang tidak perlu diketahui oleh lingkungan sekitar,” ungkapnya.

Padahal, pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) RI akan menjamin perlindungan hak privasi pelapor.

Valentina menerangkan, beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi, yaitu kekerasan fisik seperti memukul, mencekik, menendang, menampar, menyiksa dengan alat bantu.

Selain itu, ada juga kekerasan psikis seperti mengancam, menghina, menakut-nakuti, menyindir, mengolok-olok secara verbal.

Bukan hanya kekerasan fisik dan psikis, tapi ada juga kekerasan seksual.

Seperti memaksa hubungan seksual, menunjukan gambar atau video yang mengundang pornografi, pornoaksi dan pelecehan seksual.

Ada juga yang berbentuk penelantaran rumah tangga, seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin, meninggalkan keluarga tanpa berita, melarang bekerja tanpa alasan.

Perlu diketahui, Kementerian PPPA menyediakan hotline dan layanan khusus bagi korban kekerasan perempuan dan anak melalui nomor 129 (021-129) atau WhatsApp 0811 129 129.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan