Teknologi Kapal Tanpa Awak Bisa Jadi Ancaman Bagi Pelaut Indonesia

“Dari sini dapat kita lihat serta amati bahwa patut diduga yang menjadi alasan-alasan negara-negara tersebut mau mensponsori implementasi teknologi ini adalah terkait  kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mereka alami. Dan jika pun SDMnya  ada, yang ingin menjadi pelaut sangatlah sedikit,’ bebernya.

Capt Hakeng memberikan contoh negara Norwegia. Sebagai salah satu contoh kekuatan di dewan Kategori A, Norwegia adalah negara yang sangat makmur seperti umumnya Negara-Negara Skandinavia. Soal security dan safety tentunya mereka disebut yang terbaik. Bahkan bisa dikatakan di atas Negara Eropa lainnya.

Negara dengan populasi yang hanya 5 juta penduduk ini sudah sedemikian majunya dalam dunia pelayaran. Tapi SDM-nya sangat minim. Maka keberadaan Pelaut asing di kapal-kapal Norway atau Uni Eropa lebih dilihat sebagai CASH OUT devisa Negara mereka. Jumlahnya sekitar 30 persen dari neraca berjalan sektor transportasi laut.

“Tentunya bagi negara-negara ini, mereka tidak memiliki romantisme dengan menghilangkan pelaut diatas kapal, karena bukan warga negara eropa juga. Maka diciptakanlah MASS, yang pertama di Norway, dan berlayar di antara Fjord. Buat mereka MASS adalah penyelamat devisa. Sementara buat negara yang memiliki pelaut banyak, MASS adalah bencana apabila di-approve oleh IMO,” tegas Capt. Hakeng.

Ada hal yang harus dipertimbangkan sebelum menerapkan teknologi MASS di Indonesia menurut Capt. Hakeng. Penerapan MASS ini harus terlebih dahulu dilengkapi dengan aturan yang jelas.

“Teknologi kapal tanpa awak harus dipikirkan secara matang penerapannya di Indonesia.  Karena masih membutuhkan kajian lebih lanjut terutama berhubungan dengan regulasi, dimana dalam kesempatan ini saya mencoba menghubungkannya dengan Undang Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran.,” ujar Capt Hakeng yang juga Sekjen Serikat Pekerja Forum Komunikasi Pekerja dan Pelaut Aktif Pertamina ini.

Lalu, lanjut Capt Hakeng, apakah kehadiran MASS tersebut telah sesuai dengan UU pelayaran tersebut? Ia menjelaskan, dalam Bab V Pasal 8 ayat 1 ditegaskan kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan