Tertinggi se-Kota Bandung, Jumlah Kasus HIV/Aids di Kecamatan Andir

BANDUNG – Pada agenda Rapat Koordinasi Peran Camat Dalam Program Penanggulangan dan Pencegahan HIV Aids, yang digelar di Hotel Papandayan. Jl. Gatot Subroto No. 83 Bandung, Kamis (3/6), disebutkan bahwa Kecamatan Andir menjadi yang tertinggi di Kota Bandung, menyoal jumlah kasus HIV/Aids.

Hal demikian diungkapkan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Rosye Arosdiani.

Adapun, Camat Andir, Budi Rahmat Taufik mengatakan, meski disebut menjadi jumlah yang tertinggi di Kota Bandung, tapi belum tentu benar menjadi yang tertinggi. Menurutnya, warga Andir itu persentasenya 15 persen dari semua kecamatan.

Jika ditotalkan ada 280 orang, laporan dari Puskesmas Garuda totalnya sudah mencapai 187 orang, sisanya ada di Puskesmas Babakan, karena Kecamatan Andir memliki 2 UPT Puskesmas.

UPT tersebut menyediakan pengetesan positif atau tidaknya HIV. Ia pun menerangkan bukan berarti semuanya itu warga Andir.

”Kalau bicara tertinggi tidak ada jaminan bahwa Andir itu yang tertinggi, karena proses tracking itu proses pencarian jejak dan lain sebagainya itu dengan seni dan cara sendiri,” ujarnya usai menghadiri rapat koordinasi tersebut, Kamis (3/6).

“Tidak menutup kemungkinan orang-orang yang memang terkena HIV itu tidak membuka diri dan menutup identitasnya,” sambungnya.

Lanjutnya, butuh seni butuh cara sendiri untuk mengajak masyarakat supaya mau dicek, apalagi menjalani tracking.

“Tracking-nya itu melalui temen-temen yang kesadarannya untuk mau di cek itu sudah muncul itu bukan hal yang mudah karena penyakit ini masih terasa sakit gitu dan sakitnya itu membuat mereka merasa malu untuk membuka diri,” lanjut Budi.

Maka dari itu, Kecamatan Andir membentuk WPA (Warga Peduli Aids) untuk pembinaan kepada warga yang positif terkena HIV Aids.

“WPA itu lumayan bagus terbentuk, bahkan dibentuk komunitas-komunitas salah satunya SAGARA, yaitu Sahabat Keluarga Garuda yang dibentuk oleh Puskesmas Garuda,” jelasnya.

“Kemudian ada komunitas LSL yaitu komunitas gay Laki Suka Laki. Mereka itu bekerja tanpa dibayar, mereka terus melakukan tracking,” tambahnya.

Ia juga menjelaskan, bahkan di salah satu Puskesmas itu dikhususkan terdapat satu ruangan untuk konseling, untuk motivasi, untuk mendata. Bahkan yang minum obat pun terus dimotivasi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan