Kembalikan Kerugian Negara Rp 6 Miliar

[tie_list type=”minus”]Dalami Dugaan Keterlibatan Wakil Wali Kota[/tie_list]

BANDUNG – Kejaksaan Negeri Cimahi berhasil mengungkap enam belas kasus hingga pertengahan tahun 2015. Salah satunya adalah kasus perjalanan dinas anggota DPRD Kota Cimahi yang melibatkan Bupati Sumedang Ade Irawan.

Delapan perkara sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, empat di antaranya sudah divonis majelis hakim dan semua terbukti bersalah.

Selain itu, ada dugaan korupsi bantuan Gubernur Jawa Barat, untuk penanaman ubi kayu darah Cireundeu yang diperkirakan merugikan keuangan negara sekitar Rp 309 juta. ”Kami sudah berhasil menyita aset tersangka yang nilainya Rp 150 juta. Perkaranya juga tidak lama lagi akan disidang, karena sudah kami limpah,” ujar Kepala Kejari Cimahi Eri Satriana di kantor Kejaksaan Tinggi Jabar kemarin (22/7).

Sementara, kasus yang masih tahap penyidikan adalah dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Cibabat tahun anggaran 2013 yang menyebabkan negara merugi Rp 18 miliar. ”Penyidikannya sudah 80 persen, tinggal menunggu audit BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan),” sahut Eri.

Kejari Cimahi juga berhasil mengembalikan keuangan negara sedikitnya Rp 6 miliar dari beberapa perkara yang sedang berjalan. Di antaranya terpidana DR. Endang Kesuma Wardhani, mantan direktur utama RSUD Cibabat, yang terjerumus kasus pengadaan alkes 2012.Sedangkan, kasus tindak pidana umum tidak begitu banyak yang paling menonjol. Narkotika juga tidak terlalu banyak sebab hanya membawahi dua Polsek. ”Kalau yang berhasil dilimpah ke pengadilan pada tahun 2015 sekitar 120 perkara,” ungkap Eri.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Feri Wibisono menyatakan kasus perjalanan dinas fiktif anggota DPRD Kota Cimahi tahun 2011 masih belum berakhir. Meski telah menjerat Ketua DPRD Kota Cimahi saat itu yang juga Bupati Sumedang, Ade Irawan, perkara ini ada kemungkinan menyeret pihak lain.

”Kita masih kembangkan kasus ini. Kemungkinan masih ada yang lain,” tukas Feri usai buka bersama Kamis (9/7) lalu.

Feri menguraikan, dalam sebuah kasus korupsi, ada pihak yang menerima uang dan mengetahui sumber uang tersebut. Ada juga, orang yang menerima uang, tapi dirinya tidak mengetahui dari siapa juga untuk apa uang tersebut. Maka itu, dalam menetapkan seorang tersangka korupsi, pihaknya sangat berhati-hati. ”Kalaupun dia menerima, kita tidak bisa menjerat dirinya. Maka itu, dibutuhkan alat bukti lainnya,” terang Feri.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan