JABAR EKSPRES – Potensi bencana menghantui masyarakat, khususnya di kawasan Cekungan Bandung. Bahkan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat menilai, kondisi saat ini telah melewati batas aman ekologis.
Tim Desk Disaster WALHI Jawa Barat, Fariz Abiyyu Putra mengatakan, pemerintah sampai sekarang masih dinilai abai alias tak peduli terhadap permasalahan lingkungan.
Padahal, pemerintah sudah harus segera mengambil langkah serius, terhadap kondisi Cekungan Bandung kini dalam situasi darurat bencana ekologis.
Baca Juga:Heboh Sumber Air Aqua Diduga dari Sumur Bor Bukan dari Pegunungan, Terbongkar Usai KDM Sidak Pabrik di SubangPemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu: Semangat Sumpah Pemuda dari Martasandy Group
“Yang kita lihat hari ini adalah gaya kepemimpinan dari seorang Gubernur Jawa Barat (Dedi Mulyadi) yang gemar menampilkan diri seolah peduli, tapi abai pada inti persoalan,” katanya kepada Jabar Ekspres, Rabu (29/10).
“Kamera dan konten tidak akan menyerap air hujan, tidak akan menghentikan longsor, dan tidak akan menyelamatkan warga yang rumahnya tenggelam,” lanjut Fariz.
Dia mengingatkan, agar Gubernur Jawa Barat yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM), untuk tidak hanya fokus membuat konten saja, tapi serius menyelesaikan permasalahan lingkungan.
“Rakyat tidak butuh konten, yang mereka butuhkan adalah keberanian politik untuk menghentikan eksploitasi ruang dan memulihkan ekosistem,” beber Fariz.
“WALHI Jawa Barat menegaskan jika kondisi kawasan Cekungan Bandung, sekarang ini telah melewati batas aman ekologis,” tambahnya.
Fariz menjelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat bersama pemerintahan kota dan kabupaten, harus segara menetapkan kawasan Cekungan Bandung, sebagai zona darurat ekologis.
“Penetapan ini penting untuk memusatkan upaya mitigasi dan pemulihan lingkungan, bukan sekedar langkah reaktif setelah bencana terjadi,” jelasnya.
Baca Juga:Trans Studio Bandung Hadirkan Highschool Horror, Wahana Halloween Seru untuk Semua Usia
Menurut Fariz, kondisi Cekungan Bandung saat ini, memperlihatkan sejauh mana kegagalan pemerintah dalam mengelola tata ruang yang berprinsip pada aspek keselamtan ekologis. “Kondisi ini diperparah oleh lemahnya perlindungan terhadap ruang terbuka hijau dan kawasan lindung,” ucapnya.
Fariz mengungkapkan, ruang resapan dan sempadan sungai yang mestinya menjadi sistem penyangga ekologis, sekarang justru beralih fungsi menjadi kawasan parkir, kafe, atau bangunan komersil.
Oleh karena itu, dalam konteks perubahan iklim, intensitas hujan yang kian tinggi sangat berpotensi besar mempercepat akumulasi risiko timbulnya bencana.
