JABAR EKSPRES – Di tengah era digital yang didominasi oleh smartphone berteknologi tinggi seperti iPhone dan Android, sebuah tren menarik muncul yaitu ponsel lawas BlackBerry kembali digemari, terutama di kalangan generasi muda Gen Z.
Ponsel yang sempat merajai pasar gadget pada awal 2000-an ini kini bangkit kembali dan menjadi tren baru, bahkan viral di media sosial.
Fenomena ini terlihat jelas di platform TikTok, di mana tagar #blackberry telah digunakan lebih dari 127 ribu kali.
Baca Juga:Dukung Pemerataan Akses Kesehatan, Dräger Indonesia Luncurkan Ventilator Dräger Pertama Buatan Indonesia, Savina 300 IDViral Pengantin Wanita Pingsan Saat Lihat Dekorasi Tak Sesuai Janji WO
Ribuan video menampilkan anak muda yang bangga memamerkan koleksi BlackBerry mereka, baik hasil berburu di platform e-commerce maupun warisan dari orang tua.
Mengapa Gen Z Memilih BlackBerry?
Banyak yang bertanya-tanya apa yang membuat anak muda masa kini lebih memilih ponsel “jadul” seperti BlackBerry dibanding smartphone canggih masa kini?
Beberapa di antara mereka mengaku lelah dengan smartphone modern yang justru membuat mereka stres dan kehilangan fokus.
Mereka ingin keluar dari ketergantungan terhadap teknologi, dan BlackBerry hadir sebagai simbol resistensi terhadap digitalisasi berlebihan.
Selain harganya yang jauh lebih murah daripada smartphone flagship seperti iPhone terbaru, ponsel klasik ini dianggap menawarkan kesederhanaan dan kebebasan dari distraksi.
Gen Z, meskipun lahir dan tumbuh di tengah kemajuan teknologi, justru menjadi generasi yang paling menyadari bahaya kecanduan digital.
Berdasarkan riset Pew Research Center tahun 2024, hampir 50% remaja mengaku online hampir sepanjang waktu, melonjak tajam dari hanya 24% pada satu dekade lalu.
Baca Juga:Jakarta Fair 2025 Resmi Dimulai, Berikut Jam OperasionalnyaAturan Baru ASN Boleh WFA dan Jam Kerja Fleksibel
Fenomena ini mendorong mereka mencari cara untuk lepas dari ketergantungan terhadap gawai.
Beberapa bahkan mengaku mengalami “phantom vibration syndrome”, yakni merasa seolah-olah ponsel mereka bergetar padahal tidak.
Menekan tombol ‘on’ di smartphone pun menjadi refleks yang sulit dikendalikan.
Seorang mahasiswa bernama Charlie Fisher membagikan pengalamannya dalam proses detoks digital.
Ia memutuskan untuk meninggalkan iPhone-nya dan beralih ke ponsel lipat sederhana.
Menurutnya, keputusan itu menjadi titik balik dalam hidupnya.
“Saya jadi bisa melihat dunia seperti saat saya masih kecil. Semua terasa lebih nyata, lebih jujur,” ujar Fisher mengutip dari USA Today.