Gelar Aksi Unjuk Rasa, Mahasiswa Papua di Bandung Desak Cabut Izin PT GAG Nikel

Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Anti Investasi dan Militerisme membawa spanduk dan poster tuntutan dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Senin (16/6). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Anti Investasi dan Militerisme membawa spanduk dan poster tuntutan dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Senin (16/6). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Puluhan mahasiswa Papua yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Investasi dan Militerisme menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (16/6).

Juru Bicara Front Rakyat Anti Investasi dan Militerisme, Weak Kosay, menuntut pencabutan izin operasi PT GAG Nikel yang masih aktif di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Puluhan peserta aksi tersebut pun membawa spanduk. Serta membentangkan poster yang menolak militerisme dan ekspansi investasi di Papua.

Baca Juga:Enggan Lagi Toleransi Macet, Pemkot Cimahi Bongkar Simpang CihanjuangPenuhi Kebutuhan Layanan Kesehatan Bagi Warga Sumedang, RS Unpad Terus Tingkatkan Fasilitas dan Pelayanan

“Aksi ini kami gelar karena hari ini negara Indonesia sedang dihadapkan oleh investor-investor yang terus datang mengeruk sumber daya alam tanpa melihat yang diinginkan oleh rakyat,” kata Weak Kosay.

Dia menyebut, kehadiran militer di Papua erat kaitannya dengan kepentingan investasi. “Militer adalah garda terdepan investasi. TNI dan Polri dikerahkan untuk mengamankan kepentingan ekonomi pemodal,” sebutnya.

Weak menyoroti operasi militer yang masih berlangsung di sejumlah wilayah, seperti Intan Jaya, Yahukimo, hingga Merauke. Dia menambahkan, pengungsian massal terjadi karena rakyat menolak masuknya perusahaan seperti Blok Wabu.

Menurutnya, Merauke menjadi wilayah yang terancam punah penduduk aslinya akibat proyek kelapa sawit dan tebu, serta dominasi militer organik dan non-organik. Di Yahukimo, rencana masuknya Blok Soba disebut memicu penolakan serupa.

“Kami rakyat Papua hari ini tidak baik-baik saja. Populasi orang Papua banding lima dengan aparat militer di tanah sendiri,” ujarnya.

Weak juga menyinggung pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mendukung pendekatan militer di Papua. Setelah dilantik, Prabowo menyatakan pendekatan paling ampuh untuk Papua adalah militerisme, bukan pendekatan humanis. Itu yang sedang dijalankan.

Padahal menurutnya pendekatan militer tidak tepat karena justru menyasar warga sipil. “Rambut gimbal seperti saya, kumis, sudah dijustifikasi sebagai TPNPB. Padahal TPNPB justru paham hukum humaniter. Tapi yang ditembak rakyat biasa,” ucapnya.

Baca Juga:Pembangunan Flyover Nurtanio Mandek, Pemkot Bandung Akan Minta Penjelasan Pemerintah Pusat Bakti Kesehatan Polda Jabar Diserbu Ratusan Petani Bandung Barat, Pemkab Siap Beri Dukungan

Lalu dirinya menuding pemerintah hanya mencabut empat dari lima izin perusahaan tambang di Raja Ampat. “Yang satu, PT GAG Nikel, tetap diberi izin karena dianggap sudah memenuhi syarat operasi. Padahal yang kami lihat adalah dampaknya, bukan syarat administratifnya,” pungkasnya.

0 Komentar