JABAR EKSPRES – Sejak diberlakukannya larangan penjualan gas elpiji ukuran 3 kilogram atau gas melon ke warung mulai 1 Februari 2025, pangkalan-pangkalan di Jawa Barat, mulai mengalami kesulitan dalam melayani masyarakat.
Salah satu yang merasakan dampak tersebut adalah Engkos Koswara (70), pemilik Pangkalan Gas di wilayah Sukamenak Indah, di Desa Sayati, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung.
Engkos mengungkapkan jika kebijakan baru yang membatasi distribusi gas hanya untuk pembelian langsung oleh masyarakat membuat banyak antrian panjang.
“Kami sekarang melayani langsung warga, terutama dari luar Desa Sayati yang datang ke sini,” katanya saat ditemui, Senin (3/2/2025).
BACA JUGA: Ini Dia Titik Lokasi Pangkalan Gas LPG 3 Kg di Bandung Terdekat
Menurutnya, stok gas di pangkalan sangat terbatas karena pengiriman yang dibagi ke beberapa pangkalan.
“Sehari, rata-rata pengiriman gas melon ke pangkalan kami ada sekitar 280 tabung, yang dibagi ke empat pangkalan. Karena ada kebijakan dari Pertamina, setiap pangkalan yang alokasinya lebih dari 2.000 tabung harus dibagi,” jelas Engkos.
Meski begitu, harga jual gas melon masih sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pertamina, yakni Rp 16.600 hingga Rp 17.000 per tabung.
“Harga jual tetap sesuai HET, yaitu Rp 16.600. Tapi karena banyak yang tidak ambil kembaliannya, mereka sering memberi lebih, sekitar Rp 17.000,” tambahnya.
Namun, menurutnya tantangan terbesar bagi Engkos adalah kebijakan yang melarang penjualan gas ke warung.
BACA JUGA: Di Tengah Polemik Larangan Penjualan LPG 3 Kg, Maling Tabung Gas Beraksi pada Siang Bolong
“Dengan adanya kebijakan ini, kami jadi kerepotan. Masyarakat berbondong-bondong datang ke pangkalan karena di warung tidak ada, tapi sejak Januari, saat libur panjang, pasokan gas memang sempat terhenti selama tiga hari,” ungkapnya.
Menurutnya antrian panjang memang sudah mulai terlihat sejak pertengahan Januari 2025, meskipun kebijakan baru diterapkan pada awal Februari.
“Kalau di sini, sejak pertengahan Januari sudah mulai ada antrian karena di warung tidak ada. Kini, kami harus melayani masyarakat secara langsung, dan itu membuat kami kewalahan,” kata Engkos.
Menurut Engkos, akibat kebijakan ini warga pun mulai mengantri sejak pagi hari lantaran gas melon selalu habis dalam waktu singkat.