Jelang Hari Tani Nasional, Petani di Kabupaten Bandung Tercekik Biaya Operasional

JabarEkspres.com, KAB. BANDUNG – Menjelang peringatan Hari Tani Nasional pada 24 September 2022 mendatang, petani sayur di wilayah Kabupaten Bandung kondisinya memprihatinkan.

Alih-alih menjadi momentum menyenangkan, peringatan Hari Tani Nasional justru seakan bertolak belakang dari kata sejahtera, sebab para petani tercekik oleh naiknya biaya operasional.

Salah seorang petani tomat di Pangalengan, Risa Permana (38), mengaku, kenaikan biaya operasional disebabkan oleh lonjakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Sekarang semua kebutuhan petani ikut terkerek, jadi saya harus putar otak untuk cari cara biar bisa terus bertani,” kata Risa saat ditemui belum lama ini.

Dia menyampaikan, pendapatan yang dihasilkan dari bertani tomat selama ini kerap tak menentu, ditambah naiknya harga BBM dirasa sangat memberatkan.

“Sekarang malah ditambah lagi permasalahan seperti ini, biaya melonjak harga anjlok,” ujarnya.

Risa menerangkan, salah satu yang menjadi keresahan utama dalam aktivitas bertaninya itu adalah harga pupuk yang turut meroket.

“Sementara pupuk subsidi yang biasa saya jadikan andalan, sekarang susah buat didapetin,” terangnya.

(Foto: Yanuar Baswata/Jabar Ekspres)

Risa menganalogikan, harga pupuk kandang kini telah mencapai Rp12 ribu per kilogram dari semula Rp8 ribu per satu kilonya.

Dia melanjutkan, untuk harga pupuk kimia non subsidi kini tembus Rp900 ribu hingga Rp1 juta per 50 kilogram.

“Enggak bakal mampu petani dengan harga segitu, sekarang kalau kita tidak pakai pupuk, hasil panennya yang bakal jadi buruk,” ucap Risa.

“Intinya mah semua kebutuhan petani sekarang pada naik,” tambahnya.

Risa memaparkan, tak hanya pupuk yang jadi keresahannya, biaya operasional kendaraan hingga fungisida pun mengalami kenaikan dan membuatnya merasa tercekik dari segi ekonomi.

Mirisnya, di tengah kenaikan biaya produksi, para petani saat ini justru harus dihadapkan dengan anjloknya harga di pasaran.

“Sekarang tomat hasil panen saya harganya Rp3 ribu per kilogram. Kalau mau bagus, sebenarnya Rp5 ribu per kilo,” paparnya.

“Itu paling tidak, sudah ada untunglah ke petani,” lanjut Risa.

Oleh sebab itu, dia berharap agar pemerintah dapat bergerak cepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan