Dedi Mulyadi Kritik Pernyataan Arteria Dahlan

JAKARTA – Pernyataan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menuai kontroversi.

Arteria Dahlan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mengganti seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang rapat menggunakan bahasa Sunda.

Anggota DPR RI, Dedi Mulyadi mengkritik pernyataan dari Arteria Dahlan. Menurutnya, penggunaan bahasa daerah termasuk bahasa sunda dalam kegiatan rapat adalah sesuatu yang wajar.

“Wajar saja dilakukan selama yang diajak rapat, yang diajak diskusi, mengerti bahasa daerah yang digunakan sebagai media dialog pada waktu itu,” ujar Dedi Mulyadi kepada wartawan, Selasa (18/1).

Dedi pun saat menjadi Bupati Purwakarta kerap menggunakan bahasa Sunda sebagai media dialog bersama masyarakat dan rapat pejabat. Bahkan dalam satu hari ada pengkhususan di mana seluruh warga hingga pejabat harus menggunakan bahasa, pakaian hingga menyediakan makanan khas Sunda.

“Saya lihat di Jawa Tengah juga bupati, wali kota, gubernur sering juga menggunakan bahasa Jawa dalam kegiatan kesehariannya. Ini adalah bagian dari kita menjaga dialektika bahasa sebagai keragaman Indonesia,” katanya.

Sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, dia pun kerap menyisipkan bahasa Sunda di dalamnya saat sedang rapat.

“Justru itu malah membuat suasana rapat rileks tidak tegang. Sehingga apa yang ada di pikiran kita, gagasan kita bisa tercurahkan. Dan lama-lama anggota yang rapat sedikit banyak mendapat kosakata baru bahasa Sunda yang dimengerti,” ungkapnya.

“Jadi bagi saya tidak ada problem apapun orang mau menggunakan bahasa daerah manapun di Nusantara ini selama itu bisa dipahami oleh peserta rapat atau acara yang kita pimpin,” tambahnya.

Lebih lanjut Dedi juga mempertanyakan orang-orang yang kerap menggunakan bahasa asing saat rapat atau keseharian.

“Kita tidak pernah berpikir apakah istilah asing itu dimengerti atau tidak oleh peserta rapat atau diskusi itu,” ucapnya.

Dia pun mengajak agar bersama-sama menjaga keberagaman dan kebhinekaan untuk persatuan juga kesatuan bangsa Indonesia. Bagi Dedi berbahasa daerah bukan berarti tidak nasionalis. Sebab nasionalisme dibangun dari kekuatan daerah-daerah.

“Jadi kalau Kejati terima suap saya setuju untuk diganti, tapi kalau pimpin rapat pakai bahasa Sunda apa salahnya?,” pungkas Dedi Mulyadi. (jawapos/ran)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan