Hingga Sabtu Siang Masih Terjadi 33 Kali Gempa Susulan

JAKARTA – Hingga sabtu siang (15/1) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat masih terjadi  33 kali gempa susulan sejak gempa yang pertama bermagnitudo 6,6 pada Jumat (15/1).

Hal ini disampaikan Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono yang menyampaikan kekuatan 33 kali gempa susulan yang terbesar adalah magnitudo 5,7.

“Magnitudo terkecil adalah 2,5,” tegas Daryono melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu (15/1).

Sebelumnya, gempa bermagnitudo 6,7 yang berpusat di laut pada jarak 132 km arah barat daya Kota, Banten, dengan kedalaman hiposenter 40 km, memiliki mekanisme sumber pergerakan naik (thrust fault) akibat adanya proses tekanan yang kuat.

Dia menambahkan, Gempa yang terjadi ini bersifat destruktif atau merusak. namun tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

Hal ini karena magnitudonya yang masih di bawah ambang batas rata-rata gempa pembangkit tsunami yaitu 7,0 ditambah dengan kedalaman hiposenternya di 40 km.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pandeglang, wilayah terdampak gempa mencakup 113 kelurahan dari 17 kecamatan, menyebabkan lebih dari 700 rumah dan 30 fasilitas umum rusak.

Jenis gempa berupa gempa dangkal akibat adanya deformasi atau patahan batuan di dalam Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi/menunjam ke bawah Selat Sunda-Banten.

Para ahli menyebut jenis gempa ini sebagai intraslab earthquake. Ciri gempa intraslab mampu meradiasikan guncangan (ground motion) yang lebih besar dan lebih kuat dari gempa sekelasnya dari sumber lain.

Wajar apabila gempa ini memiliki spektrum guncangan yang sangat luas dirasakan hingga Sumatera Selatan hingga Jawa Barat.

Guncangan gempa juga terasa sangat kuat di Jakarta disebabkan karena adanya efek tapak lokal (local site effect) lapisan tanah lunak dan tebal di wilayah ibu kota yang memicu terjadinya resonansi gelombang gempa.

Hingga guncangan tanah mengalami amplifikasi atau perbesaran di samping juga adanya fenomena vibrasi periode panjang (long period vibration) karena gempa kuat yang sumbernya relatif jauh.

Gempa Jumat sore tersebut, kata Daryono, jenisnya mirip dengan gempa selatan Jawa Timur magnitudo 6,1 pada 10 April 2021 lalu yang juga bersifat destruktif. Sama-sama gempa intraslab, yaitu gempa dengan sumber di dalam Lempeng Indo-Australia. (jpnn/rit)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan