Kisah Meningkatnya Sentimen Anti Asia di AS yang Picu Kampanye #StopAsianHate

NEW YORK – Setelah delapan orang tewas pada penembakan pekan lalu di tiga lokasi spa di Atlanta, termasuk enam perempuan keturunan Asia, Stefany Stuber duduk dengan putri berusia 7 tahunnya, Olivia.

“Saya merasa ini adalah waktunya untuk berbicara dan menyikapi situasi ini, menjelaskan fakta bahwa ini telah terjadi begitu lama,” kata Stuber yang merupakan seorang bartender berusia 40 tahun, keturunan Korea-Amerika Serikat, yang tinggal di Philadelphia.

Olivia penuh perhatian dan reseptif, kenang ibunya, dan seperti yang sering dilakukan anak-anak, menghujani dia dengan pertanyaan-pertanyaan sulit.
“Dia bertanya kepada saya mengapa seseorang menyakiti orang lain hanya karena mereka orang Asia,” kata Stuber. “Apakah seseorang ingin menyakitiku hanya karena penampilanku?”
Di seluruh Amerika Serikat, orang keturunan Asia-Amerika dan Asia terhenyak mendengar berita penembakan itu. Otoritas menyebut pria berkulit putih, 21 tahun itu membeberkan bahwa dia memiliki kecanduan terhadap seks dan mungkin tak bertindak atas motivasi terkait rasisme.
Namun setelah satu tahun di mana laporan atas kejahatan rasial terhadap orang keturunan Asia, terlepas dari negara asal mereka, melonjak, pertumpahan darah itu menyebabkan lebih banyak kemarahan, ketakutan dan tuntutan atas respon pemerintah.

Percakapan Sulit

Stuber diadopsi oleh pasangan kulit putih dan tumbuh di area Ivyland di Bucks County, Pennsylvania, daerah pinggiran kota yang secara mayoritas diisi oleh warga kulit putih konservatif. Paparan terhadap budaya Asia sangatlah minim, bahkan tidak ada sama sekali, katanya.
Meski tak pernah meragukan kasih sayang keluarganya, Stuber mengatakan dia terbiasa memilah-milah komentar dan pengalaman yang meninggalkan dampak mendalam. Di antara contoh yang melekat adalah sebagai “nama panggilan” dari sejumlah keluarga, termasuk “Ching Wong” dan “konichiwa kecil”.
“Saya mengerti niat di balik itu. Namun saya juga mengerti ketidakpahaman di balik itu. Dan saya mengerti bagaimana itu berdampak pada perasaan saya,” kata Stuber.
Sebagai orang tua, dia berupaya untuk memuliakan darah Korea yang ada dalam dirinya dan putrinya namun juga terbuka pada Olivia terkait rasisme dan diskriminasi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan