Stand Up Nangis

Isyak-lah yang waktu itu menjadi salah satu pendiri Himpunan Mahasiswa Tionghoa Indonesia. Ia pula yang pertama menjadi ketua umumnya.

Saat itu suasana reformasi memang sangat kuat. Semua kelompok masyarakat menguatkan identitas masing-masing.

Suasana reformasi pula yang membawa Isyak ke politik. Ia selalu memenangkan sayembara karya tulis di kampusnya. Dan ia selalu menulis tentang politik.

Itu sebagai sumpahnya di saat ayahnya meninggal dunia di usia 65 tahun. Waktu itu Jakarta rusuh rasial. Sang ayah –yang lagi menengok anaknya di Jakarta– depresi.

”Keluarga kami di Jakarta sebenarnya aman. Tetangga kami banyak haji dan baik-baik semua,” ujar Isyak.

Ketika umur 26 tahun Isyak ikut mendirikan partai baru: Partai Indonesia Baru (PIB). Dengan tokoh sentral Dr Syahrir. Isyak menjadi salah satu ketua pimpinan pusat BIP –di umurnya itu.

Dari sinilah Isyak menjadi caleg DPRD Belitung. Terpilih. Termuda. Nama panggilannya tetap Isyak –meski ia masih punya marga: Li.

Dan sekarang Isyak menjadi wakil bupati di sana. Di umurnya yang 42 tahun.

”Saya bangga sekarang nama Ghozi sudah menasional,” ujar Isyak.

Di BNPB, Ghozi tetap dengan kebiasaannya: ngalong –seperti kalong: tidak tidur sepanjang malam. Begitulah umumnya anak muda IT.

Ghozi baru tidur jam 6 pagi atau satu jam kemudian. Ketika orang normal mulai masuk kantor, barulah Ghozi tidur. Sampai jam 11 siang. Lalu kerja lagi sepanjang sore dan malam.

Ia juga bisa menerima kenyataan: oleh BNPB nama aplikasinya akan diubah. Pada saatnya nanti akan diluncurkan nama baru: bersatulawancovid.id.

Yang penting jangan nangis-nangis lagi ya Ghozi. Gak lucu! (Dahlan Iskan)