Klaster Ketenagakerjaan Sebaiknya Dicabut dari Omnibus

Demikan halnya Usaha Mikro dan Kecil tidak terikat dengan UMP, tetapi didasarkan pada kesepakaran antara pengusaha dengan pekerja/buruh diperusahaan, sehingga dimungkinkan untuk upah Industri Padat Karya dan Usaha Mikro dan Kecil dibawah UMP.

Dalam RUU Omnibus juga tidak dikenal adanya larangan dan sanki pidana pembayaran dibawah UMP, termasuk jika terjadi keterlambatan atau kekurangan pembayaran upah, karena sudah dihapus dalam UU Ketenagakerjaan, maka dengan demikian semakin tidak terjadi keseimbangan di antara pengusana dan buruh, dan dalam suasana demikian seharusnya pemerintah hadir dalam rangka menciptakan keseimbangan hubungan industrial

Terkait dengan upah, diserahkan sepenuhnya pada hubungan privat, padahal dalam Pasal 27 ayat (2) 28D ayat (2) UUD 1945, mengisyaratkan pemerintah menciptakan perlakuan yang adil, sehingga urusan upah tidak semata-mata merupakan hubungan privat, tetapi membebankan kewajiban kepada pemerintah untuk menciptakan keadaan hubungan yang adil.

Kelima. Tidak masuk kerja karena sakit, cuti haid, menikah/ menikahkan anak, melahirkan gugur kandungan, menjalankan kewajiban negara, menjalankan ibadah, menjalankan tugas serikat dll di hapus, dengan demikian akan berimplikasi terhadap hak normatif buruh apabila, dalam hal melaksanakan cuti sebagaimana dimaksud buruh tidak diibayarkan upahnya.

Keenam, Pemutusan Hubungan Kerja semakin dipermudah dengan menghapus beberapa pasal di antaranya Pasal 152, 154, 155, 158, dan 159 yang pada prinsipnya semua pihak berupaya melakukan upaya pencegahan pelaksanaan PHK, bahkan PHK dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan. Demikian halnya tidak lagi dikenal uang penggantian hak sebesar 15% dan terjadi pengurangan terhadap uang penghargaan masa kerja dari 10 bulan menjadi 8 bulan gajih/upah.

Padahal komponen pesangon terdiri dari, uang pesangon itu sendiri, penghargaan masa kerja, dan yang ketiga penggantian hak, namun dalam UU Omnibus dihilangkan, lebih jauh lagi beberpa pasal-pasal terkait hak pesangon telah dihapus dari mulai Pasal 161 sampai dengan Pasal 167, bahkan Pasal 172 UU Tenagakerja pun dihapus. Sehingga PHK karena mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja ketika di PHK tidak lagi mendapatkan pesagon.

Di samping keenam hal di atas, sekiranya masih ditemukan beberapa hal dalam klaster ketenagakerjaan, seperti yang terkait dengan Peradilan Hubungan Industrial, hak pesangon dan PHK, dan lainlain yang tidak sesuai dengan semangat Omnibus Cipta kerja. Yaitu menciptakan tenaga kerja, justru menjadi berbalik dengan semangat tesebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan