Klaster Ketenagakerjaan Sebaiknya Dicabut dari Omnibus

Pembatasan PKWT dalam juga dihapus, yang menyatakan “perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”.

Dengan demkian, maka terbuka kemungkinan buruh bekerja hanya beralaskan perjanjian kerja selamanya (seumur hidup), maka hal ini akan berimplikasi menghilangkan hak-hak normatif lainnya seperti, jaminan social, pesangon dan lain-lain.

Ketiga. Alihdaya/ outsorsing, memperhatikan Pasal 66 Omnibus, maka Outsorsing dapat diselenggarakan untuk semua jenis pekerjaan tanpa ada batas waktu, apalagi Pasal 65 UU Naker dihapus, sehingga terbuka bagi perusahaan untuk menggunakan outsorsing tanpa pembatasan jenis pekerjaan.

Pasal 65 memberikan pembatasan terhadap jenis pekerjaan yang dapat di outsorsing, yaitu a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung. Kekhawatirannya, pekerjaan utama dapat berubah menjadi pekerjaan yang berbentuk outsorsing, konsekuensinya segala jaminan terkait dengan pensiun dan jaminan kesehatan menjadi tidak ada.

Bahkan menghilangkan pasal terkait “apabila perusahaan tidak memenuhi syarat tersebut dan tida berbadan hukum, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan”

Keempat. Pasal 88B huruf a yang menyatakan upah ditetapkan “berdasarkan satuan waktu”, telah membuka ruang bahwa pengupahan tidak didasarkan UMK melainkan mengggunakan paradigma upah dapat dibayar per-jam, bahkan ditegaskan dalam Pasal 88C tidak lagi dikenal UMK dan UMSK melainkan hanya UMP (Upah Minimum Provinisi), yang ditentukan dengan parameter pertumbuhan ekonomi provinsi, dan telah menghilangkan kenaikan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional, padahal standar hidup layak tiap daerah sangat memiliki perbedaan yang signifikan, bahkan Provinisi yang tidak menetapkan UMP dapat dikenakan sanksi.

Pasal 92 Omnibus mengatur stuktur dan skala upah tidak lagi menperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi hanya berdasarkan satuan waktu, ditambah lagi untuk Industri Padat Karya tidak terikat dengan UMP, karena gubernur harus menetapkan UMP sendiri.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan