Pemprov Cabut Rekomendasi Kondotel Sahid Caveland

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Pemprov Jabar memerintahkan ke pengembang PT Tri Kusrnia Sejahtera, agar menghentikan pembangunan Sahid Caveland Condotel di Cipaku, Jalan Setiabudi, Bandung. Selain itu Pemprov juga meminta menghentikan memasarkan property tersebut, karena dinilai tak bellum mengantongi izin pembangunan lengkap.

Pembangunan yang belum memiliki izin, kata Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedy Mizwar, jelas melanggar perizinan, sehingga untuk sementara waktu harus dihentikan.

“Jadi keputusannya. Harus dihentikan. Karena belum ada izin, dia sudah berani membangun,” jelas Deddy ditemui di kant‎or Badan Penanaman Modal Perijinan Terpadu (BPMPT) di Jalan Aceh, kemarin (21/10)

Deddy menyebutkan pihaknya telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan penelitian dan kajian atas perusahaan tersebut. Agar diberikan sanksi tegas atas pelanggaran yang telah dilakukannya. “Kalau tidak koorperatif agar dilakukan tindakan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku,” tandasnya.

Dia menuturkan, meski didaerah itu merupakan kewenangan Pemkot, tetapi kawasan yang akan dibangun merupakan Kawasan Bandung Utara (KBU), sehingga harus ada rekomendasi dari gubernur dengan mengajukan juga izin dari Pemprov Jabar melalui BPMPT, sehingga gubernur mengeluarkan rekomendasi.

“Jadi gubernur telah merekomendasikan tetapi pihak pengembang belum memenuhinya sehingga rekomendasi yang sudah keluar pun harus dicabut lagi,” tambahnya.

Di tempat sama Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD), Janar Anang Sudarna menegaskan, pembangunan condotel sudah lama dilaporkan, karena tidak memiliki izin dari Pemkot Bandung, tetapi sudah berani melakukan pembangunan.

Dirinya merasa aneh atas tindakan pengembang yang dinilai berani ini, apalagi pengembang sudah nekad melakukan aktivitas pembangunan tanpa mengantongi surat izin mendirikan bangunan.

“Bahkan untuk izin analisis dampak lingkungan (Amdal) pun tidak ada. Jadi ini, saya pun setuju kalau dihentikan dan bangunan yang sudah didirikan juga harus dibongkar,” cetus Anang.

Selain itu, lanjutnya, ada indikasi pelanggaran lainnya yakni manipulasi data, dengan memberikan laporan luas tanah 33 ribu meter persegi. Tetapi di lapangan hanya 16 ribu meter persegi dan ini terbukti pada saat mengajukan permohonan rekomendasi ke provinsi.

“Jadi inikan ngaruh nantinya, ketika dikeluarkan rekomendasi yang kita berikan padahal luas tanah mereka engga segitu. Dan ini, sangat prinsip dan mempengaruhi perizinan dan menyalahgunakan rekomendasi.” kata dia.

Tinggalkan Balasan