Perempuan Bukan Kompetitor

[tie_list type=”minus”]Memaknai Emansipasi Kartini di Masa Kini[/tie_list]

’’KAMI di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi, karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama,’’

Itulah sepenggal surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902 silam. Dalam surat tersebut, Kartini ingin memperoleh ilmu bagi para wanita melalui pendidikan. Sebagai bekal mendidik anak-anak kelak agar menjadi generasi berkualitas. Sehingga, anak yang dibesarkan dari ibu yang berpendidikan akan sangat berbeda kualitasnya dengan mereka yang dibesarkan secara asal-asalan. Apalagi anak-anak yang dibesarkan terserah pada alam.

Momen hari Kartini yang selalu diperingati di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa wanita Indonesia sebetulnya telah dinobatkan menjadi pembangun dan subjek pembangunan. Sehingga, tidak boleh terpinggirkan dan harus ikut berperan serta dalam pembangunan. Oleh karena itu, perempuan di Indonesia harus memiliki intelektual yang tinggi.

Ketua Penggerak PKK Jabar Netty Heryawan mengatakan, menurut esensinya, garis merah hari Kartini adalah mengingatkan masyarakat bahwa perempuan sebagai subjek pembangunan memiliki peluang dan hak yang sama. Terutama, untuk berkontribusi dalam pembangunan. ’’Maka hak-haknya juga harus terpenuhi,” jelas Netty di kawasan Dago kemarin (19/4).

Dia menilai, perempuan juga punya hak mendapatkan kesehatan, hak pendidikan, dan hak mengakses informasi. Apabila hak-hak tersebut dapat terpenuhi, maka perempuan juga akan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat. Khususnya, keluarga untuk ikut mendidik anak-anaknya.

Menurutnya, seorang perempuan yang cerdas, sehat dan berintelektual seharusnya konteksnya bukan sebagai kompetitor laki-laki. Melainkan sebagai pendidik dan pembina generasi. Khususnya, dalam keluarga. Termasuk, menggerakkan lingkungan masyarakatnya. ’’Saya yakin perempuan hati kecilnya mengatakan tidak ingin untuk menjadi saingan bagi kaum laki-laki, karena keberadaan perempuan dan laki-laki sejatinya saling menutupi terhadap kekurangannya masing-masing,” kata dia.

Konteks Emansipasi yang saat ini selalu menjadi slogan hari Kartini seringkali salah kaprah. Menurut Netty, emansipasi artinya perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, hampir dalam segala hal. Akan tetapi, perempuan harus paham betul terhadap kodratnya sebagai ibu yang harus mampu mencerdaskan anak-anaknya. Maka, dirinya merasa kurang setuju apabila di zaman modern ini banyak perempuan yang masih dikungkung dengan dibatasi hak-haknya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan