JABAR EKSPRES – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri menggulung jaringan tambang pasir ilegal yang beroperasi di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).
Dari hasil operasi terpadu bersama Balai TNGM, Dinas ESDM Jawa Tengah, dan Polresta Magelang, polisi menemukan 36 titik tambang ilegal dan 39 depo pasir tersebar di lima kecamatan di Kabupaten Magelang: Srumbung, Salam, Muntilan, Mungkid, dan Sawangan.
Kerusakan akibat aktivitas tambang tersebut diperkirakan mencapai 312 hektare lahan konservasi, sementara potensi kerugian negara membengkak hingga lebih dari Rp3,2 triliun.
Baca Juga:Tambang Emas Ilegal di Gunung Halimun Salak Digerebek, 31 Tenda Biru DihancurkanPolisi Bongkar Tambang Ilegal di Indramayu, Korlap Ditangkap
“Aktivitas tambang ilegal di kawasan konservasi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam keselamatan dan kelestarian lingkungan,” ujar perwakilan Direktorat Tipidter Bareskrim Polri, Minggu (2/11/2025).
“Kami berterima kasih atas dukungan warga dan semua pihak yang turut membantu penegakan hukum ini.” sambungnya.
Langkah awal dilakukan pada 29 Oktober 2025 di Depo Pasir Asia Jaya, Desa Tejowarno, Muntilan. Polisi menetapkan DA sebagai tersangka utama dan menyita sejumlah barang bukti, antara lain satu unit eskavator, empat truk pengangkut pasir, dua buku rekap transaksi, serta satu tumpukan pasir ilegal.
Dari hasil penyidikan, diketahui depo tersebut membeli pasir dari tambang ilegal “Alur Batang/Cumi Darat Merapi” tanpa izin usaha pertambangan (IUP).
DA diketahui meraup keuntungan sekitar Rp20 juta per bulan dari hasil penjualan pasir tersebut.
Sehari berselang, 30 Oktober 2025, tim gabungan menyisir lokasi tambang Cumi Darat Merapi di Desa Ngablak, Srumbung.
Meskipun lokasi telah ditinggalkan para pelaku, tim menemukan lima unit eskavator yang disembunyikan di sekitar area tambang.
Baca Juga:Terjerat Kasus Tambang Ilegal, Bos Pasir di Tasikmalaya Ditahan PolisiBantah Ada Tambang Ilegal di Kecamatan Cibinong, Pemkab Bogor: Tidak Ada!
Polisi kemudian menetapkan dua orang tersangka, WW dan AP, sebagai pemodal dan pemilik tambang.
Tambang tersebut telah beroperasi selama 1,5 tahun dengan luas bukaan 6,5 hektare, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp48 miliar.
Tidak berhenti di situ, tim juga menemukan tambang lain bernama SPR di Desa Kemiren, Srumbung, sekitar tiga kilometer dari lokasi sebelumnya.
Meski aktivitas sudah berhenti, petugas menyita 10 unit eskavator dan memeriksa tiga pekerja sebagai saksi.
Tambang SPR diketahui telah beroperasi selama tiga tahun dengan luas bukaan 11,2 hektare, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp194 miliar.
