JABAR EKSPRES – Bangunan tua bekas markas pejuang revolusi di Desa Batujajar Barat, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB) terancam ambruk.
Ketiadaan anggaran dari Pemerintah Kabupaten Bandung Barat membuat upaya pelestarian warisan sejarah ini terhenti di tengah kondisi bangunan yang rapuh.
Pemerintah daerah hingga saat ini belum mengalokasikan biaya untuk merawat atau merevitalisasi bangunan tua yang memiliki nilai sejarah tinggi tersebut.
Baca Juga:Pangkas Dana Transfer Daerah, Pakar Unpad Peringatkan Potensi KetimpanganYayasan Kasih Palestina Siap Bangun Kembali Masjid Istiqlal Indonesia di Gaza
“Untuk melakukan revitalisasi memang belum bisa,” ujar Pamong Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) KBB, Asep Diki saat dikonfirmasi, Selasa (14/10/2025).
Diketahui, bangunan tua tersebut merupakan saksi bisu perjuangan kemerdekaan di era revolusi fisik pasca 1945.
Menurut Diki, anggaran revitalisasi bangunan heritage tersebut belum bisa dialokasikan tahun ini karena terkendala efisiensi.
“Karena kami keterbatasan anggaran,” katanya.
Meski demikian, Pemkab Bandung Barat telah mencatat bangunan tersebut sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) karena memenuhi kriteria penetapan cagar budaya.
Tim Pendaftarab Cagar Budaya (TPCB) sebelumnya sudah melakukan survei awal ke lokasi dan menemukan bangunan memiliki struktur arsitektur kolonial yang layak dilestarikan.
“Bangunan itu sudah kami catat sebagai ODCB sebelum selanjutnya disahkan menjadi bangunan cagar budaya. Survei sementara menunjukkan bangunan memiliki nilai sejarah dan struktur yang memenuhi kriteria,” jelas Asep.
Hasil survei menunjukkan bahwa rumah itu pernah menjadi markas laskar pejuang revolusi yang menghimpun para pemuda dari Batujajar dan sekitarnya untuk menyusun strategi melawan kolonial pasca kemerdekaan.
Baca Juga:BabatuRun 2025: Saat Lari Jadi Bahasa Kebaikan di Kota BandungRevitalisasi Tangki LNG Arun Capai 81 Persen, Target Beroperasi Akhir 2025
“Namun, literatur dan dokumen terkait kisah perjuangan di rumah tersebut masih terbatas, sehingga kajian lebih mendalam masih diperlukan,” tambahnya.
Bangunan tua tersebut saat ini masih dihuni oleh keluarga Dona M. Ramdhan (42), keturunan pemilik rumah. Dona menuturkan dirinya tidur di ruang yang masih dianggap aman, sementara bagian tengah atap rumah sudah ambruk sekitar tiga bulan lalu.
“Uyut saya sudah menempati bangunan ini sejak tahun 1850. Rumah ini diwariskan turun-temurun dan dulunya dijadikan tempat perkumpulan bersama murid-murid leluhur saya,” kata Dona.
Menurut Dona, rumah tersebut bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga saksi sejarah perjuangan kemerdekaan. Pada masa revolusi fisik pasca 1945, rumah ini menjadi markas laskar pejuang dan pusat pengorganisasian pemuda setempat.
