Bolehkan Menggunakan Uang Istri Untuk Membeli Hewan Qurban, Begini Hukumnya

ILUSTRASI membayar hewan qurban (freepik)
ILUSTRASI membayar hewan qurban (freepik)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Dalam dunia modern, kadang posisi sebagai pencari nafkah utama bukan lagi dipegang oleh suami, melainkan ada di pihak istri. Bisa jadi karena pendapatan istri lebih besar dari suami, sehingga berbagai kebutuhan rumah tangga bisa dipenuhi oleh istri, termasuk untuk membeli hewan qurban.

Tapi apakah boleh membeli hewan qurban dengan menggunakan uang istri, sementara dalam berkurban menggunakan nama suami.

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, dalam salah satu tulisannya menjelaskan tentang dasar hukum perintah untuk qurban.

Baca Juga:Viral Grup FB Fantasi Sedarah, Buya Yahya Beri Nasehat dan Peringatan5 Fitur Baru New Honda Vario 160 2025, Bikin Tampilan Makin Gahar

“Pada dasarnya setiap orang yang mampu punya tuntutan (sunah) untuk berkurban pada hari raya idul adha dan tiga hari tasyrik sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah.” tulisnya.

khadim Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo ini menyebutkan kesunnahan berkurban berdasarkan hadits shahih dari Nabi saw.

ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم وإنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وإن الدم ليقع من الله قبل أن يقع على الأرض فطيبوا بها نفسًا

Artinya, “Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia pada hari penyembelihan (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah selain daripada mengucurkan darah hewan kurban karena sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi. Maka, bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban!.” (HR. At-Tirmidzi).

Terkadang dalam kehidupan rumah tangga, sosok kepala rumah tangga atau suami tidak mempunyai cukup uang untuk membeli hewan kurban kambing, dan akhirnya menggunakan uang istri.

Berkaitan dengan permasalahan membeli hewan qurban  di atas, Imam Ramli (wafat 1004 H) menjelaskan dalam kitabnya, Nihayatul Muhtaj yang merupkan syarah Minhaj at-Thalibin karya Imam an-Nawawi, berikut penjelasannya:

(هِيَ) أَيْ التَّضْحِيَةُ إذْ كَثِيرًا مَا تُطْلَقُ الْأُضْحِيَّةُ وَيُرَادُ بِهَا الْفِعْلُ لَا الْمُتَقَرَّبُ بِهِ (سُنَّةٌ) مُؤَكَّدَةٌ فِي حَقِّنَا عَلَى الْكِفَايَةِ وَلَوْ بِمِنًى إنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ وَإِلَّا فَسُنَّةُ عَيْنٍ، وَمَعْنَى كَوْنِهَا سُنَّةَ كِفَايَةٍ مَعَ كَوْنِهَا تُسَنُّ لِكُلٍّ مِنْهُمْ سُقُوطُ الطَّلَبِ بِفِعْلِ الْغَيْرِ لَا حُصُولُ الثَّوَابِ لِمَنْ لَمْ يَفْعَلْ كَصَلَاةِ الْجِنَازَةِ، نَعَمْ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ أَنَّهُ لَوْ أَشْرَكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِهَا جَازَ وَأَنَّهُ مَذْهَبُنَا

Artinya, “Adapun berkurban, yakni at-Tadhiyah kebanyakan disebut juga dengan al-Udhiyah, yang dikehendaki darinya adalah perbuatan bukan hewan yang dijadikan sebagai ibadah mendekatkan diri kepada Allah (al-Mutaqarab bih) hukumnya adalah sunah yang ditekankan (muakkadah) bagi kita berupa sunah kifayah walaupun berada di Mina (sedang berhaji), jika memiliki anggota keluarga yang banyak. Kalau tidak, maka termasuk sunah ain (perorangan). Maksud hukum sunah kifayah meskipun disunahkan pada masing-masing personal adalah apabila telah dilakukan oleh orang lain, maka gugurlah kesunahan berkurban atasnya bukan dalam mendapatkan pahala bagi yang tidak melakukannya, sebagaimana shalat janazah. Iya mushanif (Imam An-Nawawi) menyebutkan dalam syarah Muslim:

0 Komentar