Segenap emosi terpancar pada sorotan mata para pengendara yang menggantungkan hidup di deru jalanan Ibu Kota Jawa Barat. Bukan karena lelah, tapi dipaksa bertahan ditengah sistem yang dianggap kian tak memanusiakan manusia.
Sadam Husen Soleh Ramdhani, Jabarekspres
Aksi mematikan serentak aplikasi, Selasa (20/5) merupakan bentuk perlawanan dan kekecewaan para mitra driver online baik roda dua maupun empat atas sistem yang dinilai kian mencekik.
Keluhan utama para mitra adalah soal tarif rendah dan potongan aplikasi yang membengkak. Juju Junaedi, pengemudi yang tetap aktif meski mengaku frustrasi, menyebut ongkos perjalanan tak lagi manusiawi.
Baca Juga:Dampak 100 Hari Kerja Wali Kota Bandung Belum Terasa, Farhan Muncul Kalau Ada Menteri Saja!Diklaim Tuntas, Penyelesaian Sampah Organik Pasar Gedebage Bakal Gunakan Program yang Sudah Berjalan
“Coba bayangkan, jarak 10 kilometer cuma dibayar Rp8.000. Lalu dipotong lagi lebih dari 20 persen. Kami ini bukan robot. Bensin, tenaga, waktu, semua itu harus dihitung,” ujar Juju saat ditemui di sela-sela narik.
Menurutnya, kesejahteraan dan keberlangsungan ekosistem online diciptakan oleh mitra. Aplikator yang berada diruangan penuh ac malah justru mencekik secara perlahan. Ketimpang tersebut amatlah gamblang, tak ada kesejahteraan yang diberikan aplikator kepada para mitra.
“Kami yang setiap hari hadapi risiko, panas, hujan, macet. Tapi aplikator yang menikmati hasil. Harusnya, kita disejahterakan bersama. Jangan hanya sebelah yang kenyang,” ungkap Juju.
Tak hanya itu, Juju menilai pemerintah setempat cenderung tutup mata. Dirinya meminta agar Pemkot Bandung bisa lebih tegas dan aktif melakukan pengawasan pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) KP Nomor 1001 Tahun 2022.
Dua regulasi itu seharusnya menjadi payung perlindungan bagi para pengemudi, namun dalam praktiknya dinilai belum berdampak signifikan.
Lebih ironis lagi, katanya, janji THR yang dilontarkan Presiden RI Prabowo soal aplikator harus memberi tunjangan hari raya tak dirasakan semua pengemudi. Distribusi yang tidak merata dan tidak transparan membuat kepercayaan terhadap regulasi makin menipis.
“Waktu THR dijanjikan, yang dapat hanya segelintir. Yang lain cuma dapat harapan,” ungkapnya
Baca Juga:3 Pelaku Begal Dibekuk Usai Gasak Remaja saat Konvoi PersibBukan Sekadar Pencari Nafkah, Peran Ayah Krusial Cegah Kenakalan Remaja!
Meski tanpa teriakan dan poster, aksi sunyi ini adalah sinyal keras dari lapisan bawah ekosistem transportasi online.