JABAR EKSPRES – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyegel 55 kegiatan usaha di dalam hutan yang berdiri tanpa izin, melalui operasi penertiban kawasan hutan 2025.
Menurut Sekretaris Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) Kementerian Kehutanan Lukita Awang, ini dilakukan sebagai upaya penyelamatan daerah aliran sungai (DAS).
“Kita melakukan penertiban kawasan hutan, ada 55 penyegelan kegiatan/ usaha di dalam hutan tanpa izin tersebut di mana 6 kasus dalam penyidikan dan 49 kasus dalam pengumpulan bahan keterangan,” ujarnya, dikutip Rabu (7/5/2025).
Kemudian, ia juga mengklaim bahwa penertiban kawasan hutan ini difokuskan pada hulu daerah aliran sungai (DAS), sebagai langkah pencegahan kerusakan hutan lebih lanjut.
BACA JUGA:Datangi Perhutani dan PTPN, Ono Surono Minta Tata Kelola Hutan dan Perkebunan Harus Dievaluasi!
Meski disayangkan penertiban baru dilakukan setelah ekosistem hutan alami kerusakan, namun Ditjen Gakkumhut Kementerian Kehutanan berjanji bakal menjaga kelestarian hutan melalui berbagai langkah penegakan hukum.
Selain itu, ia mengklaim bahwa pihaknya telah menangani 90 pengaduan masyarakat, di antaranya 10 perkara pidana kehutanan yang telah mencapat tahap P21.
Selanjutnya, 18 operasi pengamanan hutan dan hasil hutan yang terdiri dari 9 operasi pertambahan kawasan hutan, 2 operasi pertambangan ilegal, 5 operasi tumbuhan dan satwa liar (TSL), dan 2 operasi pembalakan liar telah dilakukan.
Di sisi lain, Ditjen Gakkumhut juga mengaku telah menindak lanjuti laporan masyarakat terkait aktivitas pembuangan sampah ilegal di kawasan hutan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat.
BACA JUGA:Kawasan Hutan Menyusut, Walhi Dukung Ketegasan KDM Hukum Perusak Lingkungan Tapi Jangan Libatkan TNI
Lebih lanjut, ia juga menyebut bahwa saat ini pihaknya tengah menangani dugaan adanya perambahan di Kawasan Hutan Lindung Tanjung Gundap IV, Kota Batam, Kepulauan Riau. Perambahan tersebut dilakukan melalui kegiatan cut and fill (kegiatan clearing) tanaman mangrove yang berada pada kawasan hutan lindung.
Kegiatan dilakukan tanpa adanya perizinan berusaha di bidang kehutanan dengan bukaan seluas 5,98 hektar (Ha) yang seluruhnya merupakan vegetasi mangrove.
Berdasarkan perhitungan dari ahli valuasi ekonomi kerusakan lingkungan, bahwa kerugian yang diakibatkan kurang lebih sebesar Rp23 miliar atas biaya kehilangan jasa ekosistem mangrove dan biaya pemulihan, saat ini perkara sudah pada tahap penyidikan.