JABAR EKSPRES, BANJAR – Sepi, kotor, dan rusak. Tiga kata itu menggambarkan nasib tragis perusahaan daerah milik Pemkot Banjar bernama Banjar Water Park (BWP).
Wahana hiburan air itu dulunya menjadi ikon kebanggaan Kota Banjar. Kini, lokasi seluas 3,5 hektare itu hanya menyisakan bangunan mirip ‘rumah hantu’, besi berkarat, kolam berlumut, serta ilalang yang tumbuh liar. Padahal, Pemkot Banjar pernah menggelontorkan dana APBD hingga Rp27 miliar untuk membangunnya pada tahun 2009.
BWP dibuka dengan gemerlap pada 2010 oleh Wali Kota Herman Sutrisno, dilengkapi wahana ekstrem seperti boomerang, superbowl, dan kolam renang standar nasional. Namun, ambisi itu ternyata tak diiringi perencanaan bisnis yang matang. Warga menyebut kondisi BWP kini ‘fantastis, namun miris’. Banyak yang masih berharap ada keajaiban agar BWP hidup kembali.
Sayangnya, harapan itu jauh dari kenyataan. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2023 mengungkap praktik pengelolaan yang amburadul. 384 aset hilang, laporan keuangan tak pernah diaudit, dan penyertaan modal Rp9,4 miliar dari APBD berpotensi menguap. Bahkan, aset tanah senilai Rp1,4 miliar, hasil hibah Pemkab Ciamis masih belum memiliki kepastian hukum.
BWP resmi tutup pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19, tapi akar masalahnya lebih dalam. Anggota DPRD Banjar dari Fraksi PKS, Cecep Dani Sufyan, menegaskan, “BWP gagal dari awal. Tidak ada alasan untuk menganggarkannya kembali dari APBD,” katanya.
Temuan BPK juga mengungkap, BWP tak pernah berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengawasan Dewan Pengawas dinilai tidak optimal.
Pemkot Banjar sempat berusaha menghidupkan BWP dengan menggandeng investor, namun upaya itu kandas. Direktur BWP pada 2019 disebut gagal mempertahankan mitra, bahkan sebelum pandemi melanda. Kini, revitalisasi BWP diperkirakan menelan Rp5 miliar, angka yang dianggap kecil dibanding kerugian yang sudah terbuang.
Yang paling mencolok adalah hilangnya 384 aset, termasuk kereta wisata dan ruang karaoke senilai miliaran rupiah. Kabag Ekbang Setda Banjar, Tatang Nugraha, belum lama ini mengaku baru akan melakukan audit eksternal pada 2025 karena tahu sebelumnya terjadi keterbatasan anggaran. “Hasil audit akan jadi acuan apakah BWP dilanjutkan atau divalidasi,” katanya.