Pemerintah Potong BPMU dan Paksa Keluarkan Ijazah, Keadaan Sekolah Swasta Kian Memprihatinkan

JABAR EKSPRES – Pemangkasan anggaran Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU), untuk sekolah swasta pada 2025 ini menjadi sorotan.

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maulana Yusuf Erwinsyah menyatakan keprihatinannya, terhadap kebijakan pemerintah tersebut.

“Kebijakan ini membuat sekolah swasta ‘menjerit’ di tengah kondisi pendidikan yang semakin berat,” katanya kepada Jabar Ekspres, Senin (28/4).

Maulana menilai, kebijakan ini sangat ironis, mengingat Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan target peningkatan indikator pendidikan.

“Saya merasa prihatin atas kebijakan pemerintah terhadap sekolah swasta. Selain BPMU mengalami penurunan, pemerintah juga menodong sekolah swasta untuk mengeluarkan ijazah alumni yang masih tertahan,” bebernya.

Diketahui, target rata-rata lama sekolah (RLS) Jabar tahun 2025 naik dari 8,87 menjadi 9,16 tahun, sedangkan harapan lama sekolah (HLS) naik dari 12,80 menjadi 12,82 tahun.

“Target pendidikan ingin naik, tapi anggaran untuk sekolah malah dipangkas. Bagaimana mungkin capaian itu tercapai dengan kondisi seperti ini?,” ujar Maulana.

Menurutnya, merujuk pada data yang dihimpun, anggaran BPMU untuk sekolah swasta pada 2025 justru menurun, jika dibanding dengan 2024 lalu.

Maulana mengungkapkan, pada 2024, BPMU untuk SMA, SMK, dan SLB swasta mencapai Rp595,6 miliar, namun pada 2025 hanya dianggarkan Rp580 miliar dari usulan Rp623,8 miliar.

“Rinciannya, BPMU untuk SMA swasta Rp163,5 miliar, SMK Rp402,02 miliar, dan SLB Rp14,42 miliar. Sedangkan untuk Madrasah Aliyah (negeri dan swasta), dari pengajuan Rp120 miliar, hanya disetujui Rp100 miliar,” ungkapnya.

Maulana menuturkan, penurunan ini berdampak terhadap besaran bantuan per siswa. Pada 2024, bantuan per siswa bisa mencapai Rp600 ribu, namun di 2025 justru turun menjadi sekira Rp562.435.

“Rinciannya, sebanyak 301.514 siswa SMA swasta masing-masing menerima Rp542.444, sebanyak 708.862 siswa SMK masing-masing menerima Rp567.136, dan 20.854 siswa SLB masing-masing menerima Rp691.665 per siswa,” tuturnya.

Maulana juga menyoroti kebijakan baru pemerintah, yang mensyaratkan pencairan BPMU setelah sekolah mengeluarkan ijazah alumni yang masih tertahan karena tunggakan.

Padahal, menurutnya tunggakan itu bukan semata-mata soal iuran pendidikan, tapi juga terkait biaya kebutuhan sehari-hari siswa.

“Seperti makan minum di asrama. Masalah tiap lembaga berbeda-beda,” tegasnya.

Writer: Yanuar Baswata

Tinggalkan Balasan