JABAR EKSPRES — Paguyuban Warga Pasar Induk Gedebage (PWPIG) menilai masalah sampah di pasar terbesar di Bandung Timur itu sudah masuk kategori darurat. Agus Kustiana, perwakilan PWPIG, menyatakan persoalan penanganan sampah selama ini terhambat akibat mandeknya pembayaran retribusi oleh pihak swasta pengelola pasar.
Ia menjelaskan, pihak paguyuban selama ini mengelola pengumpulan sampah sesuai perjanjian kerja sama (PKS) dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung. “Masalah sampah itu krusial. Darurat,” kata Agus saat ditemui Jabar Ekspres di lokasi, Senin (28/4).
Sampah dari pedagang dikumpulkan di satu titik, lalu diangkut oleh DLH. Namun, belakangan pengangkutan tersendat karena pembayaran dari PT Ginanjar, pengelola pasar macet.
Menurut Agus, akibat tunggakan tersebut, sampah yang volumenya mencapai 25 kubik per hari atau sekitar 13 ton, menumpuk tanpa terangkut. Jika dihitung, dalam dua bulan bisa menumpuk hingga 1.500 kubik sampah.
“Alhamdulillah sekarang sudah mulai diangkut. Ada bantuan dari Perumda juga, mereka kooperatif,” ujar Agus.
Ia menyebutkan, setelah kunjungan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Pasar Induk Gedebage pagi tadi, tercatat delapan truk dikerahkan untuk mengangkut tumpukan sampah. Pembersihan sampah yang berlangsung sejak pagi tadi diperkirakan selesai dalam tiga hari ke depan.
Meski begitu, Agus mengingatkan agar masalah ini tidak terulang. Ia mengingatkan pengalaman sebelumnya, saat kunjungan pejabat setingkat Sekretaris Daerah pun hanya berdampak sesaat sebelum sampah kembali menumpuk. “Jangan sampai setelah datang Pak KDM, menumpuk lagi,” katanya.
PWPIG, kata Agus, mendukung konsep pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan. Mereka siap menerapkan program “sampah selesai di tempat”, mengingat 80 persen sampah di pasar tersebut berupa sampah organik.
Ia menekankan pentingnya menyiapkan solusi jangka pendek dan jangka panjang, termasuk mengolah organik di lokasi dan hanya mengirim residu ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.
Agus pun mendorong pemerintah mengambil alih penuh pengelolaan pasar, termasuk pengelolaan sampahnya. “Kami lebih mendukung dikelola pemerintah, jangan swasta,” ujarnya.
Menurutnya, PT Ginanjar yang selama ini mengelola retribusi toko, parkir, dan kebersihan, seharusnya ikut bertanggung jawab. “Sekarang kami tidak bisa mengangkut karena terkendala (PT Ginanjar). Padahal uang parkir masuk, keamanan juga ke mereka,” pungkasnya.