Kondisi Sampah Kian Darurat, Pegiat Lingkungan di Cimahi Dorong Pengolahan Plastik dan Organik di Hulu

JABAR EKSPRES – Jumlah timbunan sampah di Indonesia semakin memprihatinkan. Berdasarkan data dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional), sisa makanan tercatat menjadi penyumbang terbesar, mencapai 40 persen dari total keseluruhan sampah.

Pegiat lingkungan dari Bank Sumber Daya Sampah (BSDS) Melong 26 Cimahi, Wahyu Dharmawan, mengungkapkan jenis sampah organik seperti kulit buah dan sayuran harus segera ditangani dengan cara berkelanjutan.

“Ini bukan sesuatu yang bisa kami proses sendiri, tapi nanti kita kolaborasi dengan kelurahan. Sebagian itu, misalnya sisa kulit buah dan sayuran, kita proses menjadi ecoenzyme,” ujar Wahyu kepada Jabar Ekspres, baru-baru ini.

BACA JUGA: Waspada! Pembaruan Aplikasi Online Perbankan Berujung Penipuan

Ia menjelaskan, ecoenzyme ini sangat berguna untuk menghilangkan bau tak sedap dari sampah organik.

“Ecoenzyme itu membantu sampah-sampah organik yang aromanya tidak sedap menjadi tidak berbau. Itu hal-hal yang besar karena kalau memang ini sustain, sesuatu yang harus paling sustain itu adalah organik,” katanya.

Namun, Wahyu menyoroti sampah plastik kini juga menjadi ancaman besar. Jika sebelumnya hanya menyumbang 10 persen dari total sampah, kini jumlahnya meningkat hampir dua kali lipat.

“Tapi yang menarik nomor urut dua itu sampah paling banyak itu plastik. Sekarang mendekati 20 persen, sudah di angka 19 persen. Artinya, penggunaan plastik menjadi sangat masif di kalangan masyarakat,” terangnya.

Wahyu juga menyebut, masalah plastik bukan hanya pada jumlah, tapi juga pada bentuk fisiknya yang membuat proses pengangkutan jadi tidak efisien.

BACA JUGA: Asia Afrika Berkabung di Bandung, Suara Solidaritas dari Jalanan

“Problemnya plastik ini adalah punya kemampuan membal. Jadi kalau dikasih barang-barang lain seolah mengembang, sehingga luasan mesin kalau dipakai non plastik bisa muat banyak, tapi kalau ada plastik jadi sedikit,” jelasnya.

Untuk itu, Wahyu dan timnya di BSDS Melong 26 sudah mulai mengolah empat dari tujuh jenis plastik. Beberapa jenis lainnya, seperti PET, menurutnya sudah memiliki sirkular ekonomi sendiri dan tidak perlu diolah lagi oleh BSDS.

“Tantangannya adalah jenis PVC ini tidak kita olah karena ada klorin. Kalau tidak dimasak nanti ada masalah. Terakhir, ada ados. Pada dasarnya multi layer dimungkinkan dengan catatan ada perlakuan khusus, sehingga nanti kita akan upayakan mengumpulkan multi layer,” imbuhnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan