Melalui informasi yang dihimpun Jabar Ekspres, para tersangka yang merupakan oknum pegawai Komdigi itu, memiliki kewenangan untuk mengecek hingga memblokir situs judi online.
Akan tetapi, kewenangan tersebut justru disalahgunakan dan dimanfaatkan untuk melindungi sejumlah situs judi online yang jumlahnya terbilang banyak.
Adapun jumlah situs judi online yang biasanya mereka blokir, dari 5.000 situs judol yang seharusnya diblokir, ada 1.000 situs di antaranya dibina atau dilindungi agar tidak terblokir, dengan skema membayar Rp8,5 juta kepada para tersangka.
Jika diasumsikan ada 1.000 situs yang dilindungi, dikalikan dengan Rp8,5 juta dari setiap pengelola situs judi online, maka keuntungan yang diterima para tersangka bisa mencapai miliaran rupiah.
Namun, para tersangka mengklaim aksinya melindungi situs judi online itu, dilakukan tanpa sepengetahuan dari Kementerian Komdigi.
Adapun salah seorang tersangka yang merupakan oknum pegawai Kementerian Komdigi, dari kasus buka blokir judi online ini cukup menyita perharian masyarakat.
Pasalnya, yang bersangkutan diduga berinisial DI alias Denden Imadudin Soleh, diketahui sempat mencalonkan diri untuk maju sebagai Bakal Calon (Bacalon) Wakil Bupati Sumedang pada Pilkada 2024.
Dia juga diketahui merupakan putra sulung salah seorang Caleg yang kini sudah resmi sebagai Anggota DPRD Sumedang, karena lolos Pileg 2024 dari Dapil Cimanggung-Jatinangor.
Denden yang menjabat sebagai Ketua Tim Penyidikan dan Ahli UU ITE, Keamanan Informasi Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komdigi.
“Jika praktik seperti ini dibiarkan, dampaknya akan jauh lebih dalam. Tidak menutup kemungkinan dana dari perjudian ilegal seperti judol mengalir ke aktivitas politik. Jangan sampai ada celah bagi penyalahgunaan dana dari sumber ilegal seperti judol untuk kepentingan politik,” imbuhnya.
Dicki menjelaskan, penggunaan dana dari sumber-sumber ilegal apalagi judi online, dinilai sangat buruk dan tidak dapat diterima.
Menurutnya, selain merusak generasi muda, fenomena ini juga membuka pertanyaan besar mengenai celah yang ada dalam sistem pendanaan politik.