12 Anak jadi Korban Asusila Oknum Guru Ngaji di Kabupanten Bandung, Ini Sorotan Peneliti Unpad

JABAREKSPERES – Pelecehan seksual terhadap anak masih rawan terjadi. Baru-baru ini aksi bejat asusila dilakukan oleh oknum guru ngaji di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Tak tanggung-tanggung, korban atas perilaku menyimpang oknum guru ngaji itu, sebanyak 12 anak yang menjadi korban asusila.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti Pusat Riset Gender dan Anak Unpad, Antik Bintari mengatakan, dari kasus oknum guru ngaji itu sedikitnya ada dua isu besar yang menjadi sorotan.

“Pertama unsur kekerasan seksual itu sendiri, kemudian ada unsur anak di situ karena di bawah usia 18 tahun,” kata Antik kepada Jabar Ekspres melalui seluler, belum lama ini.

“Berarti pasalnya berlapis. Undang-Undang Pidana Kekerasan Sosial dan Undang-Undang Perlindungan Anak,” lanjutnya.

Diketahui sebelumnya, sempat heboh kasus tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum guru ngaji berinisial AR (50), di Kabupaten Bandung terhadap beberapa anak.

Namun, aksi bejat pelaku itu terungkap setelah ada upaya menikahkan pelaku dengan korban yang hamil.

Karena curiga dan juga menerima laporan dari anak-anak korban lainnya, pelaku langsung ditangkap warga yang sudah geram dengan aksi bejatnya.

Pelaku oknum guru ngaji tersebut kemudian digiring ke kantor desa setempat. Melihat emosi warga yang memuncak, aparat desa berinisiatif untuk menyerahkan AR ke Polresta Bandung.

“Kalau saya prinsipnya begini, selama ini ketika berbicara keagamaan baik itu tempat ngaji, pesantren atau sekolah itu seolah bersih dari berbagai tindak yang buruk,” ujar Antik.

“Padahal sebetulnya tempat pendidikan baik formal maupun non formal itu tidak bisa dijamin keamanan,” lanjutnya.

Antik menilai, supaya anak dapat aman di lingkungan pendidikan baik formal maupun non formal, diperlukan penegasan yang mengharuskan tenaga pendidik memiliki standar yang ideal.

 

Perlu Sertifikasi bagi Guru Ngaji

 

Adapun yang perlu jadi perhatian itu yakni, guna menegaskan kredibilitas tenaga pendidik.

Tak hanya berkemampuan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau mentrasfer ilmu, tapi juga secara mental dan pola pikir pun tergolong sehat.

“Sebagai contoh dosen atau guru itu ada sertifikasi. Kalau saya lihat harusnya semua guru termasuk guru ngaji yang konsennya di agama, baik formal maupun non formal harus tersertifikasi,” imbuh Antik.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan