Tol Cisumdawu menjadi kunci penting untuk akses dari dan ke selatan. Artinya, Tol Cisumdawu menjadi kunci penting untuk calon pengguna jasa Bandara Kertajati semisal dari Bandung dan sekitarnya.
Bahkan, tol spanjang 60 kilometer lebih itu sangat dibutuhkan mereka yang berada di Kabupaten Garut, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran.
Itu hanya dari segi aksesibilitas. Padahal, untuk menunjang Bandara Udara Kertajati sebagai bandara internasional seperti tersemat dalam namanya, dibutuhkan pula sarana dan prasarana lain.
Sebut saja misalnya, hotel, rumah sakit, dan stasiun pengisian bahan bakar yang memadai. Bahkan, dibutuhkan pula hanggar yang representatif.
Apalagi jika kita berpikir soal status bandara itu yang oleh Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai salah satu bandara pemberangkatan haji dan umrah.
Konsekwensinya, harus pula ada asrama haji yang memadai. Ini berkaitan dengan jumlah jamaah yang tidak sedikit.
Pemberangkatan ibadah haji memang hanya setahun sekali. Namun, jamaah umrah bisa berangkat setiap waktu.
Apalagi jika dikaitkan dengan waktu tunggu giliran berhaji yang begitu panjang. Umat muslim lebih memilih umrah (haji kecil) daripada tidak dapat giliran berhaji.
Terlepas dari berbagai hal yang melingkupinya, masyarakat Jawa Barat tetap menginginkan BIJB Kertajati segera beroperasi secara penuh.
Keinginan tersebut kiranya dapat dimengerti mengingat selama ini perjalanan via udara selalu ditempuh melalui Bandara Soekarno-Hatta atau Halim Perdana Kusuma.
Banyak hal akan dirasakan Jawa Barat jika bandara yang terletak di Kabupaten Majalengka itu sudah beroperasi.
Jika jarak menunju bandara lebih dekat, waktu tempuh menjadi lebih singkat. Selain itu, biaya yang dikeluarkan pun pasti menjadi lebih murah.
Satu hal yang pasti jika itu semua terjadi: perekonomian Jawa Barat pun akan meningkat. Akhirnya, kesejahteraan masyarakat Jawa Barat pun meningkat pula. Oleh karena itu, wajar jika kami berpikir: Kertajati Harga Mati. (***/yan).