Kisah Bubun yang Tetap Tegar, Lima Anggota Keluarganya Keracunan Massal

Istri Tergeletak, Anak dan Cucu Muntah-muntah

 

Ancaman nyawa menjadi pertaruhan saat lima anggota keluarga Bubun,50, keracunan makanan secara massal di Desa Cilangari Kecamatan Gununghalu, KBB.

 

Akmal Firmansyah, KBB, Jabar Ekspres

 

Istri tergeletak, anak muntah-muntah, cucu yang lucu itu pun mengalami serupa. Itulah kejadian nyata yang dialami keluarga Bubun. Namun, untungnya dia bergerak cepat menyelamatkan keluarganya dengan memberikan perawatan.

Kejadian itu bermula pada hari Minggu (12/2), saat ayam berkokok, seusai para jamaah menunaikan salat. Istri, anak dan cucunya mulai merasakan muntah-muntah ditambah diare. “Saya bertanya ada apa ini,” tutur Bubun saat ditemui Jabar Ekspres di RSUD Cililin KBB, Rabu (15/2/23).

Bubun mencoba mengingat peristiwa yang membuat horor bagi dirinya itu. Dirinya berusaha untuk tidak meneteskan air mata.

Saat Jabar Ekspres, menyambangi tempat perawatannya, ia sedang menjaga anak serta cucunya, sementara istrinya dan anak satu lagi sedang dirawat di UPTD Puskesmas Gununghalu.

Dirinya tak ada di rumah saat hari Sabtu (11/2/23) kejadian. Saat orang-orang di kampung menggelar pengajian, saat sebuah boks makanan dibagikan sebelum pengajian. “Waktu itu saya sedang tidak ada di rumah, hanya saja kata istri saya itu habis makan nasi bungkus. Entah nasi kuning atau putih, daging, tumis dan sayur. Tapi yang jelas itu dibagikan oleh panitia sebelum pengajian,” bebernya.

Di Minggu pagi itu, Bubun yang tinggal di RW 12 Desa Cilangari Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat semua tetangganya merasakan hal serupa, niat hati meminta pertolongan ke kanan-kirinya namun semua merasakan serupa, Bubun pun semakin panik.

“Saya panik nih, lalu saya meminta pertolongan ke tetangga, ternyata tetangga pun sama begitu,” cerita Bubun.

Bubun teringat akan anaknya yang sedang menuntut ilmu agama di pesantren, anaknya yang pertama itu ternyata mengalami hal serupa. Jauh memang jarak antara UPTD Puskesmas Gununghalu dengan rumahnya, ia cepat membawa si cikal (anak pertama) ke rumah.

Di rumah, ia sempat mengobrol dengan tetangganya, Jana. Dengan dialek bahasa Sunda ia mencontohkan percakapan dirinya dengan Jana itu. “Mang naha kienya, rame bahaya ieumah (mang kenapa gini ya),” tanya ia pada Jana.

Tinggalkan Balasan