Omzet Sempat Minus, Pasar Antik Cikapundung Beradaptasi dengan Pandemi

Tahun 2014 silam, Wali Kota Bandung terdahulu, Ridwan Kamil sempat ‘menyegarkan’ Pasar Antik Cikapundung. Ditata dan dipercantik. Delapan tahun kemudian, bagaimana dengan nasib pasar ini, masihkah antik?

Muhamad Nizar, Jabar Ekspres

Jawabannya, masih. Meski dirundung pandemi maupun tidak. Masih. Lantaran para pembelinya pun merupakan orang-orang ‘antik’. Mereka adalah penghobi yang seolah tidak tersentuh pandemi.

Kendati dipenuhi kiasan optimis. Tidak dapat dipungkiri, pandemi Covid-19 tetaplah bikin resah.

“Repot. Lebih parah. Karena (barang antik, red) bukan kebutuhan. Tidak seperti pakaian,” kata pedagang dengan nama Abah Kepret, 72, kepada Jabar Ekspres di depan tokonya, Jumat (13/4).

Bahkan, sudah tidak terhitung para pedagang yang menutup tokonya. Banyak yang gulung tikar, lanjut Abah Kepret.

“Karena (pandemi) otomatis bikin minus. Omzet menurun jauh, yang pasti minus. Bahkan sekitar 3 bulan sebelum pandemi sudah terjadi,” jelasnya.

“Makanya, repot. (Solusinya) banyak pedagang yang keluar. Berkelana. Mencari-cari pembeli. Tapi sudah selesai ini (pandemi), pendapatan pun bisa menutup (pendapatan) beberapa tahun (ke depan),” katanya.

Ia percaya diri dengan melesatnya angka pendapatan tersebut. Pasalnya, keuntungan dari penjualan untuk satu barang antik saja bisa menyentuh jutaan.

“Kebanyakan barang-barang vintage. Sering dibeli. Kalau yang bernilai sejarah, uang dan prangko sering banyak dibeli. Bahkan anak muda, kan, mengincarnya barang-barang itu. Karena zaman sekarang sudah tidak jarang yang pakai barang tersebut,” imbuhnya.

Adanya situasi pandemi yang membaik, landai maupun tidak, tetap, kata Abah Kepret, tak terlalu berpengaruh untuk para kolektor barang antik.

“Kalau yang hobi, kan, enggak ngitung uang. Seneng, beli. Enggak melihat uang disaku. Karena barang-barang seperti ini, kalau besok datang lagi, belum tentu ada,” katanya.

“Sudah senang, tetapi terus enggak dibeli. Besok balik lagi sudah enggak ada. Sakit hati. Terus mencari ke luar, susah lagi. Setahun, dua tahun, atau bahkan mungkin tidak akan ketemu lagi (barangnya),” ungkap pedagang yang hampir 10 tahun jualan di Pasar Antik Cikapundung tersebut.

Hari ini, kolektor mayoritas datang dari ibu kota. Ia mengaku, beberapa faktor menjadi penentu. Salah satunya, harga barang yang lebih murah ketimbang di tempatnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan