Contoh Khutbah Idul Fitri yang Membuat Jamaah Menangis

 

Inilah perasaan hati, suara fitrah manusia, kalimat suci, walaupun – karena kesibukan, dosa-dosa dan nafsu rendah kita-, kalimat suci tersebut sering terabaikan, sehingga suaranya begitu lemah, hanya sayup-sayup seperti terdengar dari kejahuan. Suara suci itulah yang saat ini sontak menggetarkan hati, terlebih saat dikumandangkan takbir Idul Fitri, Allahu Akbar ,Allahu Akbar, Allahu Akbar. Allahu Akbar walillahil hamd.

 

Kalimat suci tersebut jika benar-benar tertancap dalam jiwa kita maka hilanglah segala ketergantungan hati kita kepada unsur-unsur lain selain Allah, tiada tempat menitipkan harapan dan tiada tempat mengabdi kecuali hanya kepada Allah SWT semata.

 

Allaahu Akbar. Allaahu Akbar. Allaa-hu Akbar. Wa lillaahil Hamd.

 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.

 

Tentunya masih membekas kuat dalam jiwa kita, hasil dari apa yang telah dimudahkan Allah Ta’ala untuk kita amalkan bersama, sejak  bulan Rajab, bulan Sya’ban dan kemudian masuk bulan Ramadhan, dimana Allah telah membentangkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita mampu melaksanakan azam kita, acara rutin yang kita niati dilaksanakan pada setiap tahun di pondok pesantren yang kita cintai ini, berkat izin-Nya, Alhamdulillah tahun ini bisa kita laksanakan dengan sempurna.

 

Selama tiga bulan lebih kita mencelupkan jasmani dan ruhani di dalam godokan “kawa candradimuka”, melaksanakan mujahadah dan riyadloh di jalan-Nya semata-mata berharap ridho-Nya, berharap mendapatkan peningkatan kuwalitas hidup lahir batin untuk bekal perjalanan panjang, menggapai cita-cita dan harapan, melaksanakan kuwajiban kemanusiaan, sebagai suami kepada istrinya, sebagai istri kepada suaminya, sebagai orang tua kepada anak-anaknya, sebagai anak kepada orang tuanya dan juga sebagai warga masyarakat kepada lingkungannya, berjalan panjang menghadapi tantangan dan rintangan hidup yang datangnya seakan tidak berkesudahan, dengan bekal tersebut supaya iman kita tidak mudah tergoyahkan oleh rayuan zaman.

 

Sekarang, di pagi yang suci ini, ibarat orang menanam, tentunya kita harus dapat menikmati buah yang dipetik saat masa panen tiba, mendapatkan kepekaan hati dan rasa, peningkatan kasih sayang kepada sesama, kemampuan berbagi dan memaafkan kesalahan manusia, terutama kecemerlangan matahati karena hijab yang selama ini mendinding rongga dada telah dirontokkan, sehingga kita mampu merasakan kenikmatan bermunajat, menjadikan hati lebih khusu dalam berdoa, seakan tanpa penghalang dengan-Nya, maka seakan tanpa sebab air mata berlinang deras ketika hati tersentuh gema suara takbir yang membahana.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan