Usut Korupsi Bupati Penajam, KPK Geledah Sejumlah Tempat di Balikpapan dan PPU

BANDUNG – Kasus korupsi Bupati Penajam Utara (PPU) masih terus diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usut kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten PPU itu, diantaranya dengan menggeledah sejumlah tempat.

Tempat tersebut di antaranya wilayah di Balikpapan dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Penggeledahan yang dilakukan tim penyidik KPK masih berlangsung sampai saat ini. KPK belum bisa menjelaskan hasil penggeladahan terkait barang-barang yang disita tim penyidik. “Informasi berikutnya akan kembali kami sampaikan,” tegas Ali.

“Lokasi yang dituju adalah rumah kediaman dari para pihak yang diduga terkait dengan perkara ini,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (18/1).

Korupsi Bupati Penajam 

Dalam perkaranya, KPK telah menetapkan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas’ud sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.

Lembaga antirasuah juga turut menjerat empat pihak lainnya di antaranya Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis; Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara, Mulyadi; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro; Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara, Jusman; pihak swasta Achmad Zuhdi.

Penetapan tersangka ini dilakukan usai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (12/1). KPK mengamankan barang bukti uang senilai 1,447 miliar.

Uang suap tersebut diduga terkait proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara senilai Rp 112 miliar.

Pengadaan proyek tersebut untuk pembangunan proyek multiyears peningkatan jalan Sotek – Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.

Tersangka Achmad Zuhdi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1)

huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan