BANDUNG – Dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional, Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) salurkan bantuan program rumah tidak layak huni (Rutilahu) pada Pemerintah Kota Pemkot (Bandung).
Bantuan tersebut sedianya untuk 440 rumah tidak layak huni di Bandung.
Wali Kota Bandung Oded M Danial mengatakan bantuan itu merupakan wujud bagian dari penguatan kolaborasi pemerintahan antar levelnya guna membangun sebuah kota.
“Saya harap ini semua merupakan bagian dari bentuk penguatan kolaborasi. Karena membangun sebuah kota tidak bisa dalam bentuk parsial,” kata Oded di Bandung, Jawa Barat, Kamis, (4/3).
Bantuan dengan total senilai Rp7,7 miliar dari Pemprov Jawa Barat itu disalurkan kepada 440 unit Rutilahu dengan nilai Rp17,5 juta per unitnya.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp16,5 juta untuk penerima manfaat atau Calon Penerima, Calon Lokasi (CPCL) yang digunakan sebagai material bangunan. Sedangkan sisanya untuk upah tenaga kerja dan administrasi.
Oded mengakui, Kota Bandung memiliki keterbatasan anggaran. Namun dengan semangat kolaborasi, Pemkot Bandung tetap akan mampu membangun Kota Bandung.
“Mudah-mudahan dengan kehati-hatian ini mampu memberikan yang terbaik kepada masyarakat dan memberikan manfaat bagi warga Kota Bandung,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Jawa Barat Boy Iman Nugraha mengatakan program kegiatan Rutilahu ini sebetulnya berhenti pada tahun 2020. Tetapi pada Agustus 2020 Pemrov Jabar melakukan pinjaman melalui Pemulihan Ekonomi Nasional.
“Selanjutnya juga 2021 ini, dengan komitmen Pemrov Jabar beserta para anggota Dewan, kami menargetkan 31.500 unit perbaikan rutilahu, yang merupakan akumulasi kekurangan pada 2019. Target kami 100.000 unit pada 2023,” kata Boy.
Di Kota Bandung sendiri bantuan perbaikan terhadap 440 Rutilahu menurutnya lebih sedikit dibandingkan daerah lain. Dia pun berharap Pemkot Bandung bisa terus melanjutkan program perbaikan Rutilahu melalui swadayanya sendiri.
“Insyaallah di Kota Bandung ini Pemkot juga bisa membantu menanganinya dengan swadayanya. Beda dengan daerah lain yang sampai 2.000 lebih karena memang kondisinya yang seperti itu,” kata dia. (antara)