Polemik Paslon No 1 Gugat KPU-Bawaslu Kab. Bandung, Gugatan Masih Dinilai Lemah

BANDUNG – Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini Selasa (26/1/21) menggelar sidang pertama Perkara Perselisihan Hasil Pemilipan Bupati Bandung (Pilbup Bandung) 2020.

Gugatan dilayangkan pemohon pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung nomor urut 1 Kurnia Agustina-Usman Sayogi (NU Pasti) kepada termohon KPU Kabupaten Bandung dan Bawaslu Kabupaten Bandung.

Agenda sidang panel pertama yakni pemeriksaan pendahuluan. Sidang digelar dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, juga secara daring yang melibatkan banyak pihak.

Namun sejumlah praktisi hukum menilai gugatan yang diajukan pihak NU Pasti itu lemah. Salah seorang praktisi hukum Atin Nurhayati SH mempertanyakan gugatan tersebut apakah substansinya sesuai atau dalam kewenangan MK.

“Poin terpenting kewenangan MK adalah terkait peselisihan suara pilkada. Sementara yang dimohonkan dalam gugatan tersebut adalah tentang laporan pelanggaran pilkada yang tidak diproses Bawaslu,” ungkap Atin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/1/21).

Walaupun dalil yang disampaikan mengacu pada putusan-putusan MK di wilayah lain, yang mana pelanggaran tersebut sebagai pelanggaran terstruktur, sistematif, dan massif (TSM) dan pelanggaran syarat administratif, kata Atin, tetapi apakah pasangan calon nomor 3 Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan (Paslon Bedas), terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran secara TSM?

Dalam gugatan disampaikan bahwa pelanggaran yang dilakukan paslon nomor 3 antara lain adalah money politik; syarat administratif (pernah dipidana min 5 tahun); dan memberikan janji yang bisa mempengaruhi suara (seperti memberikan Rp 100 juta per RW).

Menurut Atin, pasangan nomor 3 bisa memberikan kesaksian dan pembuktian, terhadap substansi gugatan pemohon tersebut di atas.

“Terkait janji-janji yang diberikan pasangan nomor urut 3 bisa disanggah dengan dalil hal tersebut bukan janji, tetapi merupakan program yang dilakukan bilamana terpilih,” tandas Atin.

Disinggung soal Bawaslu yang ikut tergugat, Atin meyakini Bawaslu bisa menjelaskan di persidangan sesuai fakta hukum yang ditemukan di lapangan.

Begitu juga akan menjawab tentang mengapa Bawaslu tidak melakukan proses terhadap laporan pelanggaran pilkada tersebut. Jawabannya, apakah pelangggaran tersebut memenuhi syarat materil dan formil sesuai peraturan Bawaslu? Kalau tidak, tentu tidak akan diproses Bawaslu yang ditindaklanjuti oleh Gakumdu.

“Jadi, menurut pendapat saya substansinya tidak masuk ke dalam kewenangan MK. Untuk itu kemungkinan besar gugatan tersebut ditolak MK,” tegas Atin. (yul)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan