33 Persen Pendapatan Kota Bandung Diperoleh dari Pajak Hiburan dan Tempat Wisata

BANDUNG – Kebijakan relaksasi tempat hiburan dan Pariwisata di Kota Bandung memiliki tujuan agar perekonomian berputar. Kondisi ini sangat penting. Sebab, jika siklus ekonomi terhambat maka pertumbuhan ekonomi juga tersendat.

Kepala Bidang (Kabid) Kepariwisataan Disbudpar Kota Bandung Edward Parlindungan mengakui, semenjak adanya Covid-19, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi salah satu indikator dibukanya kembali keran ekonomi di sektor pariwisata.

Dia menuturkan, PAD yang terus turun dapat dikatakan sebagai salah satu indokator bahwa kegiatan ekonomi harus terus berjalan. Kalau tidak dampaknya masyarakat akan mengalami kesulitan dan daya beli turun.

’’Akhirnya kan banyak tempat usaha dan pelaku usaha turunan tutup, tidak bekerja, banyak pengangguran juga,” ujar Edward di Balai Kota Bandung, Rabu (03/11).

Dia mengatakan, sektor pariwisata menyumbang 33 persen dari total PAD Kota Bandung. Namun adanya pandemi covid-19 juga turut berdampak pada perubahan pendapatan dari sektor tersebut.

“Karena kan kekuatan di sektor pariwisata begitu kuat untuk PAD kota Bandung. 33 persen, hampir Rp 700 miliar. Sekarang kan tidak akan tercapai Rp 700 miliar itu,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana sebelumnya sempat membantah dibukanya bioskop karena perolehan pajak khususnya dari sektor hiburan menurun drastis.

“Bukan lah, saya pikir bukan itu (perolehan pajak).

Tidak serta merta kita karena PAD rendah, kita buka. Karena (kalau) potensi penyebaran tinggi, kita pasti enggak buka,” ujar Yana.

Ia mengatakan urgensi dibukanya tempat hiburan, termasuk bioskop, karena melihat peluang relaksasi khususnya di sektor ekonomi. Melalui serangkaian simulasi dan peninjauan penerapan protokol kesehatan sebagai cara untuk memperoleh perizinan.

“Karena prinsip keadilan juga lah waktu itu, karena ada permohonan, mereka juga menyatakan siap melaksanakan protokol kesehatan kalau diizinkan. Ya kita coba lihat saja memberi kesempatan, setelah ditinjau, ternyata standar protokol kesehatan bisa diterapkan dengan ketat di situ,” ucapnya.

Berdasarkan penuturan Yana, relaksasi diberikan kepada sektor usaha yang berdampak besar terhadap perekonomian, namun memiliki risiko kecil terhadap penyebaran covid-19.

“Di pandemi ini kutub kesehatan sama ekonomi itu dua sisi mata uang yang berbeda, engga bisa ketemu. Tapi bagaimana kita menyelaraskan. Kalau ekonominya mau dibuka, dampak kesehatannya juga harus kecil,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan