Politik Jembar Manah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Oleh: Dr Ade Priangani MSi
 Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIP UNPAS dan Wakil Ketua Bidang Pendidikan Paguyuban Pasundan Cabang Kota Bandung

DALAM  kosa kata Sunda ada istilah politik jembar manah. Dalam artian menarapkan atau mempraktekan dan berperilaku politik yang jembar. Jembar artinya luas. Banyak. Tidak picik. Manah artinya hati atau perasaan. Dengan demikian, yang dimaksud politik jembar manah adalah perilaku politik diterapkan dengan perasaan atau tepo seliro dan tidak picik. Ketika suatu masyarakat, bangsa, negara atau peradaban dipimpin oleh sosok seperti itu, akan mampu membawa bangsa ini sejahtera lahir dan batin.

Dalam tatanan pemerintahan Sunda zaman kerajaaan (Padjajaran), perilaku tersebut dipraktikkan (dirangkum dari praktek kepemimpinan Sri Baduga Maharaja, Prabu Jayadewata atau Raden Pamanah Rasa yang masyarakat mengenalnya sebagai sosok Prabu Siliwangi). Dalam Dasa Pasanta (sepuluh penentram rasa). Tertuang dalam naskah kuno Sanghiyang Siksa Kandang Karesian (1518 M). Berkaitan dengan tatakrama untuk menjadi seorang pemimpin pada saat itu. Model kepemimpinan ini, disebutnya Parigeuing a Parigeuing. Namanya Parigeuing, yaitu bisa memerintah dengan ucapan sangat baik, sehingga membuat yang diperintah tidak berani menolak.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”3,4″ ihc_mb_template=”1″ ]

Untuk dapat melaksanakan parigeuing, caranya terlebih dahulu harus bisa melaksanakan Dasa Pasanta (sepuluh penentram rasa), yaitu: Guna, orang yang diperintah harus memahami kegunaan dari perintah tersebut. Ramah, perintah disampaikan dengan ramah dan santun, sehingga yang diperintah merasa diperlakukan manusiawi dan terjaga harga dirinya.  Hook, dari hookeun (kagum). Perintah dirasakan seperti bentuk kekaguman terhadap kemampuan orang yang diperintah. Pesok, artinya terpikat hatinya dan muncul rasa bangga. Perintah disampaikan dengan cara yang memikat hati. Bisa menimbulkan rasa bangga orang yang diperintah. Asih, yaitu kasih sayang, orang yang diperintah merasakan bahwa perintah itu adalah wujud dari kasih sayang. Jadi yang diperintah turut bertanggungjawab dengan sepenuh hati. Karuni/karunya, perintah dirasakan sebagai rasa sayang (karunya) serta merupakan kepercayaan dan penghargaan atas kemampuan orang yang diperintah. Mukpruk, bisa membesarkan hati, sehingga orang yang diperintah merasakan bekerja itu bukan karena terpaksa. Namun sudah menjadi bagian dari tugasnya. Ngulas, mengulas, memberi ulasan atau komentar terhadap pekerjaan bawahan dengan cara-cara yang baik (surti tur lantip); Nyecep, bisa menyejukan hati dan mendinginkan kepala orang yang diperintah agar perasaannya nyaman. Baik dengan kata-kata apalagi dengan hadiah. Dan, Ngala angen, yaitu mampu menarik simpati bawahan, dengan menjalin silaturahim yang wajar dan alamiah, sehingga timbul rasa setia atau loyalitas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan