Program Kemiskinan dan RTRW Perlu Penyesuaian

BANDUNG– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung menyampaikan pandangan umum dua lembaran kota yang diajukan Pemkot Bandung pada Sidang Paripurna yang digelar Jumat (31/1) lalu.

Dua lembaran kota yang diajukan yakni, tentang penanggulangan kemiskinan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Ketua DPRD Kota Bandung, Tedy Rusmawan mengatakan, terkait tata ruang, sudah waktunya dilakukan penyesuaian karena adanya program pembangunan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jabar.

“Salah satunya adalah pembangunan KCIC, pembangunan NS Link, dan beberapa pembangunan flyover yang harus disesuaikan dengan pembangunan di Kota Bandung,” katanya.

Namun, yang jelas harus disesuaikan dengan kebutuhan Kota Bandung sendiri. Sehingga semua terakomodir dan terintegrasi dengan baik.

Selain itu, Tedy juga mempertanyakan bagaimana Pemerintah Kota menangani kawasan kumuh dihubungkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah ini.

Untuk mengantisipasi banjir dan menurunkan kadar CO2 perlu dipertimbangkan strategi serapan dan kawasan hijau dalam RTRW. Apakah hal tersebut sudah tercantum dalam Raperda?

Seperti halnya dengan penanggulangan kemiskinan, Tedy menggaris bawahi mengenai kurangnya koordinasi antara SKPD terkait penanggulangan kemiskinan.

Tedy juga mengatakan, terkait muatan lokal tentu harus disesuaikan. Misalnya mengenai standar miskin di tiap-tiap daerah berbeda termasuk dengan BPS.

“Kalau standar BPS, warga miskin lantai rumahnya dari tanah, MCK masih bersatu dengan warga lain, dan lain sebagainya. Sementara sekarang kan sudah tidak ada lagi rumah yang seperti itu. Sekarang standar kemiskinan sudah lebih tinggi dari pada itu,” tambahnya.

Tedy menambahkan, pengentasan kemiskinan harus mendapat prioritas tertinggi dalam pembangunan ekonomi.

Menurut Tedy, kemiskinan bukan hanya sederet angka, tetapi menyangkut amanat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia terhadap nyawa jutaan rakyat miskin. Sehingga masalah kemiskinan menyentuh langsung nilai-nilai kemanusiaan,  kesetaraan dan keadilan.

“Dimensi kemiskinan, tidak hanya dilihat dari indikator pemenuhan konsumsi dan kebutuhan dasar,” terangnya.

Namun juga dilihat dari pemenuhan terhadap jaminan masa depan, perlindungan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal, rendah tidaknya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam, pelibatan dalam kegiatan sosial masyakarat, akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan, jaminan usaha untuk penyandang cacat fisik maupun mental, serta perlindungan terhadap rakyat yang memiliki ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan