Ibu Kota Pindah, Jabar Kena Dampak

’’Akan ada perubahan drastis dari itu semua,” tutur dia.

Frans menambahkan, pemindahan ibu kota adalah bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola Jakarta. Sehingga mengalami degradasi lingkungan dan sosial.

Misalnya, fisik kota Jakarta yang melemah, polusi, kemacetan, kerusakan sumber air tanah, hingga pembangunan tanpa kontrol yang baik.

’’Ini menjadi bukti bahwa fungsi pemerintah dan perencana kota tidak berjalan dengan baik, sehingga membuat kondisi Jakarta mengkhawatirkan,’’kata dia.

Frans khawatir pemindahan ibu kota tersebut hanya akan menimbulkan degradasi lingkungan yang baru di daerah Kalimantan. Sehingga, keberadaan ekosistem di Kalimantan harus terlindungi.

“Ini seolah pemerintah ingin kabur dari apa yang telah dilakukan di Jawa, khususnya Jakarta, Kalimantan lebih memiliki kekayaan alam yang melimpah hingga layak dianggap sebagai paru-paru dunia,’’ucap dia.

Sementara itu berdasarkan hasil survey Kedai Kopi warga mayoritas warga Jakarta menyatakan tidak setuju dengan pindahnya ibu kota dengan nilai 95,7 persen.

Survei dilakukan pada 14-21 Agustus 2019. Penduduk DKI Jakarta tentu yang paling terdampak dari rencana perpindahan itu.

“Sehingga tidak heran jika mereka paling banyak yang tidak setuju. Jumlahnya 95,7 persen responden dari DKI Jakarta mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap kepindahan ibu kota,” ujar Direktur Eksekutif KedaiKOPI, Kunto Wibowo di Jakarta, Selasa (27/8).

Sementara 48,1 persen responden dari Pulau Kalimantan setuju terhadap rencana tersebut. Responden dari Pulau Sulawesi sebanyak 68,1 persen sepakat ibu kota pindah.

Menurut Kunto, belum adanya kejelasan tentang apa yang akan terjadi di DKI Jakarta setelah perpindahan ibu kota serta minimnya informasi dari pemerintah untuk meminimalisir dampak negatif kepindahan Ibu kota memicu reaksi negatif penduduk Jakarta.

Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menambahkan pengumuman lokasi baru ibu kota Indonesia di Kaltim hanya akan menjadi wacana jika tanpa persetujuan DPR RI.

Ada tiga alasan mengapa Presiden Jokowi mengumumkan lokasi ibu kota baru Indonesia yang baru. Pertama, ingin cepat memberikan legacy kepada Indonesia.

Kedua, sudah percaya diri bahwa DPR akan menyetujui rencana ini. Terlebih melihat komposisi perolehan kursi koalisi pemerintah yang di atas 50 persen.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan