Tingkatkan Mutu Pendidikan dengan Menerapkan SPMI

BANDUNG — Di zaman teknologi saat ini, semua instansi berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitasnya. Salah satunya dalam instansi pendidikan terutama di Kota Bandung. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 48 Bandung meningkatkan mutu sekolah ataupun pendidikannya dengan menggunakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).

Asep Hidayat
Kepala Sekolah
SMP Negeri 48 Bandung
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Sekolah SMP Negeri 48 Bandung, Asep Hidayat dimana SPMI ini mampu menjawab permasalahan yang ada di instansi pendidikan.

”Ada beberapa standar, di antaranya standar kelulusan, standar proses, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar tenaga pendidik. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, di SMPN 48 ini ada sebuah sistem bernama Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), dimana sistem ini termasuk kedalam standar pengelolaan,” ungkap Asep saat diwawancarai oleh Jabar Ekspres di ruangannya, SMPN 48, Jalan Baturaden, Kota Bandung, kemarin (14/8) siang.

Selain dengan diterapkannya SPMI, kata Asep, SMPN 48 juga melakukan upaya peningkatan kompetensi guru dan melakukan monitoring untuk mencapai mutu pendidikan SMPN 48 semakin baik, serta pendidikan berbasis STEM.
Pendidikan berbasis STEM ini juga sangat berkaitan dengan perkembangan teknologi saat ini terutama bagi peserta didik di tingkat SMP. Dimana, pendidikan berbasis STEM ini menjembatani satu mata pelajaran tertentu dengan mata pelajaran lainnya.

Sebagai guru dan pengajar di abad 21, haruslah memiliki jiwa inovatif dan kreatif. Mengingat pesatnya perkembangan teknologi, sudah seharusnya seorang pengajar untuk bisa mengambil sisi positif untuk disebarkan kepada para peserta didik.

”Dengan adanya teknologi internet, seharusnya para peserta didik ataupun pendidik memiliki pengetahuan baru dan bisa membandingkan satu pendapat tertentu dengan pendapat lainnya. Nah, yang harus digaris bawahi adalah penggunaan dan pengarahan teknologi internet ini,” kata pria yang hobi bersepeda ini.
Dia juga menuturkan bahwa tantangannya menjadi pendidik di abad 21 berbeda dengan tantangan saat mengajar generasi-generasi sebelumnya.

”Yang paling sulit itu adalah sikap mau berubah dari para peserta didik dan sikap berupaya untuk melihat lingkungan sekitar. Kami melakukan beberapa upaya untuk menghadapi persoalan itu, di antaranya dengan adanya kolaborasi dan komunikasi yang terus dikembangkan,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan