Setiap Pekan Selalu Dapat Info Pasien Meninggal

Ibarat protes seorang diri bak berhadapan dengan tembok, para penderita gagal ginjal pun memilih berserikat. Baru dua tahun, sudah ribuan pasien yang bergabung dan berhasil mengubah sejumlah kebijakan.

FOLLY AKBAR, Jakarta

LIMA tahun sudah Thomas Ndun menjalani cuci darah ketika sadar ada pelanggaran prosedur yang dilakukan rumah sakit. Tabung dialyzer yang digunakan untuk cuci darahnya digunakan berulang-ulang sampai 30 kali. ”Padahal, batas maksimal penggunaannya hanyalah delapan kali,” ujar Thomas saat berbincang dengan Jawa Pos (Jabar Ekspres Group) akhir Juli lalu.

Awalnya, dia merasa semua berjalan baik-baik saja. Seperti biasa, pria 38 tahun itu rutin cuci darah tiga kali dalam seminggu di sebuah rumah sakit di kawasan Jakarta Utara. Maklum, sejak 2011, dia divonis gagal ginjal.

Setelah mendapat pendidikan soal cuci darah pada 2016, Thomas terperangah. Ternyata, aktivitas yang sudah dijalaninya selama lima tahun itu tak berjalan sesuai dengan prosedur.

Dia menyadari adanya penyimpangan tersebut setelah mendapat pendidikan dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang baru diikutinya beberapa pekan. Sadar ada yang tidak beres, dia pun melaporkan kejadian tersebut ke komunitasnya.

Setelah bukti terkumpul, surat protes pun dilayangkan ke pihak rumah sakit, kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) alias perkumpulan dokter ginjal.

Awalnya, pihak rumah sakit bersikukuh bahwa tabung dialyzer-nya bisa digunakan sampai 30 kali. Namun, setelah audiensi dengan BPJS dan Pernefri, pihak RS tak bisa berkutik. ”Pernefri bilang sudah ada surat edaran yang menyatakan tabung dialyzer maksimal digunakan delapan kali. Rumah sakit mengambil untung dengan cara tersebut,” ungkapnya.

Kebijakan yang merugikan juga pernah dialami Muhammad Atok Irrohman. Pria yang sejak 2014 divonis gagal ginjal itu sempat direpotkan RS tempatnya menjalani cuci darah. Tepatnya setelah hijrah ke Semarang. Kala itu RS memiliki kebijakan nyeleneh soal libur pada hari Minggu dan tanggal merah. ”Kami bingung, padahal hari Minggu itu jadwal Mas Atok cuci darah,” ujar Catur Widyanti, pendamping pasien yang juga calon istri Atok.

Tinggalkan Balasan