Memotret Sepak Bola Indonesia dengan Frame Jenaka

Karena menilai perjuangan dan keberhasilan Bonek mengembalikan eksistensi Persebaya itu bisa menjadi role model baru bagi suporter tanah air, Sutton pun memberikan satu bab khusus dengan judul May the Green Force Be With You bagi pendukung Green Force -julukan Persebaya- dalam buku karya pertamanya setebal 268 halaman itu. Dalam bab tersebut, Sutton menyejajarkan perjuangan Bonek melawan kebijakan PSSI dalam mengembalikan eksistensi Persebaya itu dengan perlawanan arek-arek Suroboyo saat mengusir tentara Inggris dalam perang 10 November 1945. Sebuah bukti bahwa orang-orang Surabaya tak pernah tunduk, apalagi takluk.

Sutton memaparkan, Inggris yang begitu superior saja berhasil dilawan dan arek-arek Suroboyo memenangi pertarungan tersebut meski hanya bermodal bambu runcing. Rupanya, gen perlawanan itu terus mengalir deras hingga ke generasi saat ini. ”Bonek tidak membiarkan klub kesayangan mereka dirampas atau sengaja dihilangkan jejak sejarahnya begitu saja,” kata Sutton.

Dengan fanatisme Bonek dan totalitas mereka kepada klub, Sutton menilai itu sebagai aset sangat berharga bagi nama besar tim di kemudian hari. Semangat rela mati dalam mendukung tim sudah pasti akan membuat Persebaya kembali disegani dalam pentas sepak bola nasional.

Andibachtiar Yusuf, sutradara dan penulis sepak bola kultural yang menjadi penerjemah buku tersebut dari bahasa Inggris ke Indonesia, mengatakan bahwa Sutton adalah salah seorang warga negara asing yang unik. ”Dia juga punya naluri bagus dalam melihat sepak bola Indonesia dari frame yang berbeda,” ucapnya.

Tulisan Sutton yang dinamis serta menceritakan tragisnya sepak bola Indonesia dengan bahasa yang sedikit jenaka membuat Yusuf ikut bersemangat menerjemahkan setiap kalimat dari buku tersebut. (*/c9/oki/rie)

Tinggalkan Balasan