Tim Salvage, Pasukan Khusus untuk Evakuasi Pesawat Tergelincir

Sebagai gambaran, hampir separo anggota tim Salvage berusia 40–55 tahun. Selebihnya 40 tahun ke bawah. Usia tidak pernah menjadi kendala karena selama ini tim tersebut mengandalkan pengetahuan, pengalaman, dan tentu saja militansi tim rescue.

Menjadi bagian tim Salvage berarti siap menantang risiko. Sadino menuturkan, saat awal-awal tim tersebut terbentuk, nyawanya hampir terancam karena sling yang digunakan untuk menarik pesawat putus. Padahal, dia berada di jalur sling itu. ”Waktu itu saya lihat sling ada tanda-tanda akan putus. Langsung saya lari, menghindar sejauh-jauhnya sebelum benar-benar putus,” tuturnya. Sejak itu, personel selalu mengambil posisi berlawanan dari jalur sling.

Risiko lain adalah kehilangan waktu bersama keluarga secara mendadak. Sebagaimana tim rescue pada umumnya, para anggota tim Salvage harus siap jika sewaktu-waktu ada tugas. Bahkan bila harus berangkat tengah malam atau saat jadwal libur.

Bila sudah begitu, keluarga pun harus siap ditinggal untuk sementara. ”Pernah istri saya tanya, ’Harus malam ini ya, nggak bisa menunggu besok?’” kenang ayah tiga anak itu. Namun, akhirnya keluarga juga bisa memahami. Bahkan, istri Sadino kini langsung tanggap dengan menyiapkan keperluannya bila mendadak ada panggilan.

Lain lagi ceritanya bila panggilan tugas itu datang saat jam dinas. Tidak ada lagi waktu pulang untuk menyiapkan bekal. Beberapa kali Sadino berangkat hanya bermodal baju dinas yang melekat di badan. ”Bisa dibayangkan beberapa hari tidak ganti baju, tidak ganti dalaman,” ucapnya, lantas tertawa.

Ke depan, tim Salvage memiliki rencana untuk berlatih bersama tim serupa yang dimiliki PT Angkasa Pura I di Bandara Juanda. Dengan begitu, akan semakin banyak petugas yang memiliki kemampuan evakuasi dengan cepat dan tepat. (*/c11/ang/rie)

Tinggalkan Balasan