Instruksi Mendikbud Kepada Guru: Larang LKS dan Buka Jasa Les

Sedangkan terkait larangan bagi guru membuka les, harus dipertimbangkan lagi. Menurut Retno guru seharusnya tetap memegang etika ketika membuka jasa les. Diantara etika itu adalah tidak membuka jasa les untuk anak didik di kelas yang diampu. Sebab jika ini terjadi, bisa terjadi konflik kepentingan antara guru dan siswa.

Di antaranya guru tidak lagi objektif dalam memberikan nilai kepada siswanya. Dia khawatir siswa yang ikut les mendapatkan nilai bagus. Sementara siswa yang tidak ikut les ke dirinya, mendapatkan nilai jelek.

Plt Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi medukung larangan guru menggunakan LKS dan membuka jasa les. Dia menuturkan perlu waktu bagi pemerintah untuk menertibkan guru-guru yang masih menggunakan LKS.

Sedangkan untuk larangan guru membuka les, dia merespon positif. ’’Sebaiknya guru memang tidak membuka les,’’ jelasnya. Unifah menuturkan guru diharapkan berfokus mengajar di sekolah. Namun pemerintah juga harus sportif dengan memperbaiki tata kelola penyaluran tunjangan-tunjangan ke guru. Dia berharap penyaluran tunjangan profesi guru (TPG) bisa tepat waktu dan jumlah, supaya guru fokus mengajar.

CEO ruangguru.com, sebuah startup layanan kursus, Belva Devara menuturkan ada banyak tipikal siswa mengikuti kursus atau les. Di antaranya adalah ketika mempersiapkan diri menjelang ujian nasional (unas) atau seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN). Selain itu yang diambil pelajaran tertentu seperti IPA, bahasa Inggris, atau matematika.

Dia juga menjelaskan, layanan kurus di ruangguru.com tidak melulu membutuhkan kehadiran fisik atau tatap muka. Siswa juga bisa menjalin komunikasi secara online dengan guru. Sehingga siswa tetap di rumah.

Dia mengatakan, saat ini anggota ruangguru.com mencapai 400 ribu siswa. Tidak semua anggotanya adalah siswa pengguna jasa kursus atau les. (wan/rie)

Tinggalkan Balasan