bandungekspres.co.id, JAKARTA – Program tax amnesty Indonesia membuat panas dingin institusi keuangan di Singapura yang selama ini menampung dan mengelola ribuan triliun rupiah dana milik warga negara Indonesia (WNI).
Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, ditariknya dana-dana milik orang Indonesia memang menjadi mimpi buruk Singapura, yang ekonominya bertumpu pada sektor financial
”Dana-dana itu ibarat darah yang menggerakkan ekonomi Singapura. Jadi, begitu ada rencana tax amnesty, mereka sudah pasang kuda-kuda,” ujarnya tadi malam.
Karena itu, untuk membujuk pemilik dana asal Indonesia agar tidak menarik duitnya, beberapa bank dan manajer investasi memberikan tawaran untuk membayar selisih tarif pajak.
”Info itu dibenarkan oleh beberapa pengusaha. Mereka mengaku ditawari skema itu,” katanya.
Sebagaimana diwartakan, jika dana di luar negeri direpatriasi dan dilaporkan dalam tax amnesty, pemilik dana hanya membayar 2 persen dari nilai dana. Sedangkan jika dana hanya dideklarasikan tanpa direpatriasi atau tetap disimpan di Singapura, pemilik dana harus membayar 4 persen.
Prastowo juga mendapat informasi seputar skema-skema yang disiapkan beberapa perusahaan keuangan di Singapura. Skema itu disusun untuk membuat dana-dana milik orang Indonesia tetap aman disimpan di Singapura, meski pada 2018 berlaku pertukaran data informasi secara otomatis (automatic exchange of information).
Yang terbaru, Singapura menggunakan payung hukum The Corruption, Drug Trafficking, and Other Serious Crimes Act (CDSA) yang diberlakukan sejak Juli 2013 dan diamandemen September 2014. Dalam skema itu, transaksi-transaksi dalam jumlah besar akan masuk pantauan radar kepolisian dan Otoritas Moneter Singapura sebagai transaksi mencurigakan. Di Indonesia, konsepnya serupa dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). ”Kali ini mereka lebih cerdik, menggunakan instrumen legal untuk menghambat penarikan dana,” jelasnya.
Menurut Prastowo, ketika dana milik warga Indonesia akan ditarik dalam jumlah besar, ada potensi masuk kategori sebagai transaksi mencurigakan. Akibatnya, proses transaksi butuh waktu lebih lama karena melalui tahap verifikasi. Proses itulah yang dikhawatirkan memicu kegelisahan pemilik dana.
”Sebab, pasti akan ditanya asal dananya dari mana. Jika dicurigai terkait korupsi atau pencucian uang, bisa dibekukan,” ujarnya.