Ambisi Pematung Nyoman Nuarta Menuntaskan Megaproyek GWK

Presiden kedua Indonesia tersebut menjanjikan bantuan material, baik dalam bentuk uang maupun bahan baku. Komitmen didapatkan Nyoman sekitar akhir 1995, tidak jauh dari momen peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek tersebut.

Tapi, tidak lama kemudian krisis moneter melanda Indonesia. Situasi politik dan keamanan kacau-balau. Belum sempat dana dan bantuan yang dijanjikan negara turun, Soeharto keburu dilengserkan dari jabatannya. Sejak saat itu, harapan uluran tangan dari negara pun sirna.

Asa kembali muncul pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Demi lancarnya proyek prestisius itu, Nyoman sampai berkomitmen melepas 100 persen kepemilikan lahan beserta isinya, termasuk patung GWK, kepada negara. Dari situ, kemudian keluar pernyataan lisan bahwa dukungan segera diberikan agar proyek GWK bisa cepat selesai.

Nyoman menyambut gembira pernyataan pemerintah itu meski harus merelakan lahan dan patung GWK kepada negara. Yang penting, proyek GWK bisa segera selesai. Bahkan, saat itu sudah dilakukan feasibility study. Hasilnya menyebutkan bahwa sisa kebutuhan dana untuk penyelesaian proyek itu mencapai Rp 1,2 triliun. Namun, sampai jabatan presiden berpindah tangan kepada Jokowi, bantuan yang dimaksud tak kunjung datang.

Belakangan Nyoman semakin menyadari bahwa dirinya tidak boleh lagi berharap bantuan kepada negara. Hal itu sejalan dengan impiannya, yakni seni harus dibayar dengan seni dan kebudayaan harus dibayar dengan kebudayaan.

”Sebagai orang Indonesia, kita harus menyiapkan kebutuhan untuk diri kita sendiri. Jangan bermimpi negara akan membantu. Just make it by yourself,” tegas pembuat patung monumental Jalesveva Jayamahe di Dermaga Ujung, Surabaya, dan Monumen Proklamasi Indonesia di Jakarta itu.

Nyoman sebenarnya sedang membicarakan mental dan budaya bangsa Indonesia. Idealnya, papar dia, sumbanglah negara, sekecil apa pun yang kita punya, dan jangan membebani negara. Pernyataannya itu direpresentasikan dalam sebuah pergelaran teater yang terangkum menjadi bagian dari film pendeknya tersebut. Tokoh utamanya Presiden Soekarno yang berpidato dengan penuh amarah.

”Cita-cita kita kadang sama dengan para ahli itu. Sudah ada rekaman yang dulu. Kurang lebih sama dengan kita. Kita itu harus memberikan sesuatu kepada bangsa. Yang punya bunga kasih bunga lah. Yang punya cek kasih cek supaya bangsa kita bangkit,” sindir dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan