IDI Jabar Minta Kaji Aturan Pendidikan Kedokteran

bandungekspres.co.id, LENGKONG – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat kembali mendorong agar ada perbaikan Undang-undang Nomor 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran dan Undang-undang Nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Di antaranya, kewajiban untuk kembali mengenyam pendidikan dokter layanan primer  yang menyebabkan masa pendidikan dokter semakin lama. Hal tersebut disepakati dalam Rembuk Nasional ”Sinkronisasi dan Harmonisasi di Bidang Pendidikan dan Masa Kini dan yang Akan Datang” di Hotel Papandayan, Jalan Gatot Soebroto, belum lama ini. Forum yang dihadiri oleh Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf serta anggota Komisi X DPR RI Popong Otje Djunjunan itu sepakat akan merumuskan usulan tersebut kepada DPR RI secara resmi dan tertulis agar segera ditindaklanjuti.

Ketua IDI Jabar Rullyanto Wirahardja mengatakan, pihaknya sepakat bahwa Komisi IX dan X DPR RI akan membahas UU Pendidikan Kedokteran ini. Pihaknya sepakat perlu ada modifikasi peraturan perundangan mengenai kedokteran. ”ini perlu tindak lanjut agar betul-betul sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pelayanan kedokteran. Ini sesuatu pekerjaan besar. Sementara, pendidikan dokter masih karut marut. Bagaimana bisa, ada banyak fakultas kedokteran tanpa pengkajian SDM, sarana, siapa yang mendidik?” ujarnya.

Menurut dia, hal tersebut merupakan urusan lintas sektoral, tidak bisa hanya ditangani oleh bidang kesahatan. Departemen Pendidikan, Kemendagri, Menteri PAN RB juga harus memikirkan hal tersebut. ”Orang lain bisa lulus 3,5 tahun dan bisa langsung jadi golongan 3A. Nah, kami (dokter) masih ngulik sekolah,” katanya. Dia menambahkan, pecan depan IDI Jabar akan melakukan audiensi dengan dengan DPR RI.

Seemntara itu, Popong Otje Djunjunan mengatakan, dari hasil rembuk nasional ternyata ada hal-hal yang memang harus dikaji kembali. Namun, tentu dasarnya harus kuat. Dengan demikian, hasil rembuk nasional ini harus secara resmi disampiaikan ke komisi IX dan X agar bisa ditindaklanjuti. ”kalau ada hal yang harus dikaji kembali, ya tidak masalah,” ucapnya.

Sementara itu, Dede Yusuf juga mengakui aspirasi tersebut sering disuarakan oleh para dokter. Menurut dia, ada sosialisasi yang belum pas dalam kebijakan ini. ”DLP seolah-olah spesialis. Harusnya jangan diwajibkan, ini alternative, untuk kompetensi. Perlu dibicarakan. Di DPR bisa dibentuk Panja, pansus ataupun raker gabungan terkait hal ini,” ujar dia. (bbs/fik)

Tinggalkan Balasan